REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan transaksi berjalan Indonesia akan mengalami defisit sebesar 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 atau menurun dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,1 persen dari PDB.
"Neraca transaksi berjalan (current account balance) pada 2023 diperkirakan mencatat defisit yang terkendali, sehingga masih mendukung stabilitas sektor eksternal hingga taraf tertentu," kata Faisal dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (15/5/2023).
Ia memperkirakan ekspor nasional ke depan akan terus melemah karena penurunan harga komoditas lantaran pelemahan permintaan global, di tengah tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga acuan bank-bank sentral yang masih berlanjut.
"Kami masih mengantisipasi surplus neraca dagang yang cenderung mengecil, terutama pada paruh kedua tahun 2023. Namun, surplus neraca dagang dapat bertahan lebih lama dari antisipasi karena harga komoditas akan menurun lebih bertahap," katanya.
Harga komoditas diperkirakan akan menurun secara lebih bertahap, karena terdapat kenaikan permintaan global lantaran ekonomi China dibuka kembali, produksi minyak OPEC+ berkurang, produksi komoditas pangan yang berpotensi menurun karena El Nino, serta krisis energi global yang mereda.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca dagang mencapai 3,94 miliar dolar AS pada April 2023 atau lebih tinggi dari surplus 2,83 miliar AS di bulan sebelumnya. Ekspor tercatat menurun 22,32 persen secara tahunan di April 2023 yang merupakan kontraksi ekspor kedua di tengah pelemahan harga komoditas dan libur lebaran. Pada saat yang sama, impor juga menurun 22,32 persen secara tahunan sebagai dampak libur lebaran dan pelemahan nilai tukar rupiah.