REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Ecky Awal Mucharam mengatakan, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal merupakan kenyataan pahit yang disebabkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Jika sektor riil terpuruk, maka sebagian besar masyarakat menjadi korban. Oleh karena itu pemerintah harus bertanggung jawab dengan cara menjaga daya beli tetap tinggi, mengembalikan gairah pelaku ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja khususnya di sektor-sektor padat karya,” kata Ecky, Rabu (4/6).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir bulan Februari 2015, pengangguran terbuka sudah bertambah sebesar 300 ribu orang menjadi 7,45 juta orang atau sebesar 5,81 persen dari total angkatan kerja. Sementara itu pada semester sebelumnya, pengangguran masih berjumlah 7,15 juta orang atau sebesar 5,7 persen angkatan kerja.
Menurut Ecky, ini merupakan rekor pengangguran tertinggi sejak Agustus 2012 di mana pengangguran tercatat sebesar 7,24 juta orang. Hampir bisa dipastikan angka pengangguran saat ini bertambah lagi sebab banyak laporan mengenai pemutusan hubungan kerja dari berbagai sektor industri tekstil, alas kaki, pertambangan, migas, semen, serta otomotif, termasuk kawasan industri seperi Batam atau sentra tekstil Majalaya.
Pada dasarnya PHK besar-besaran ini terjadi akibat kedua sisi ekonomi baik sisi permintaan maupun sisi penawaran terpuruk. Di sisi permintaan selain faktor pelemahan ekonomi Tiongkok yang menghambat ekspor, yang paling memukul sebetulnya adalah pelemahan konsumsi akibat lonjakan inflasi setelah dilepasnya harga BBM ke pasar.
Sementara di sisi penawaran, pelemahan terjadi akibat melempemnya belanja modal pemerintah, serta para investor swasta yang kepercayaan dirinya tergerus akibat situasi politik yang gaduh serta penegakan hukum yang tak menentu. Makanya pemerintah harus memperkuat kedua sisi tersebut.