REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Nilai tukar rupiah masih mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Posisi rupiah pada penutupan Kamis (4/6) berada di Rp 13.276 sampai Rp 13.285 per dolar AS, melemah 56 rupiah atau 0,4 persen dibandingkan Rabu (3/6).
Berdasarkan data kurs transaksi Bank Indonesia terhadap dolar AS pada Kamis (4/6), perdagangan rupiah tembus di level Rp 13.309 pada kurs jual dan Rp 13.177 pada kurs beli. Sementara, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah berada di level Rp 13.243 per dolar AS, melemah 47 poin dibandingkan Rabu (3/6) di level Rp 13.196 per dolar AS.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs menjelaskan, kurs rupiah pada perdagangan non deliverable forward (NDF) Kamis sore di level Rp 13.385 per dolar AS. Secara year to date (ytd) rupiah melemah 6,72 persen.
"Pelemahan rupiah ini karena pelemahan nilai tukar secara regional, serta ada outflow dari pasar obligasi dan saham," ujar Peter, Kamis (4/6).
Namun, dia tidak menyebutkan nominal aliran dana keluar (outflow) dari pasar saham dan obligasi. Peter menjabarkan, pelemahan nilai tukar secara regional secara rinci. Mata uang Korea melemah 0,82 persen, Taiwan 0,5 persen, India 0,38 persen, Malaysia 0,36 persen, dan Thailand 0,32 persen. Hanya mata uang Filipina yang tidak melemah. Sementara, surat utang negara (SUN) naik menjadi 8,42 persen. Kondisi pasar indeks harga saham gabungan (IHSG) juga melemah 0,86 persen.
Mata uang dolar juga sempat agak melemah beberapa waktu lalu terkait dengan menguatnya Euro, dan menguatnya sentimen perbaikan ekonomi Eropa. Sedangkan, pada Kamis, sentimen regional cenderung melemah.
Pelemahan nilai tukar regional juga terkait dengan menjelang rapat dewan gubernur the Fed (FOMC) pada Juni. Para investor memperkirakan kenaikan suku bunga the Fed lebih cepat. Namun, faktornya lebih banyak sentimen pasar. Begitu juga aliran modal keluar (capital outflow) juga dipengaruhi sentimen pasar. Jika investor sentimennya negatif aliran modal akan keluar. Sebaliknya, kalau positif, aliran modal tidak akan keluar. Terkait adanya potensi berkurangnya cadangan devisa karena intervensi pasar, Peter enggan menyebutkan.
"Bank Indonesia selalu ada di pasar, kalau perlu intervensi ya intervensi. Cadangan devisa kan sumbernya banyak, pengeluaran tidak hanya intervensi. Ada juga penerimaan. Tapi angkanya saya belum bisa sebutkan," imbuhnya.
Bank Indonesia juga terus memperdalam pasar keuangan. Salah satunya melalui keluarnya penyempurnaan ketentuan transaksi valuta asing dan posisi devisa netto dengan tujuan pendalaman pasar keuangan.