Senin 01 Jun 2015 01:06 WIB

Asosiasi Pengusaha Ritel Minta Pemerintah Peka

Rep: C84/ Red: Yudha Manggala P Putra
Bisnis Ritel. Ilustrasi
Foto: Antara
Bisnis Ritel. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri berdampak negatif pada sejumlah sektor usaha seperti industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif yang terpaksa harus merumahkan para karyawannya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia membuat daya beli masyarakat menjadi semakin berat. "Semua pasti merembet," ujarnya kepada Republika, Ahad (31/5).

Meskipun begitu, Tutum mengatakan belum ada data kongkret mengenai angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan para pelaku usaha di sektor ritel. Yang jelas, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dan negatif.

Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah harus memiliki kepekaan yang tinggi. Tutum menambahkan, sebelum terjadinya hal-hal buruk seperti PHK, seharusnya pemerintah sudah melakukan antisipasi.

"Pemerintah harusnya peka. Sebelum kena masalah harusnya ketika ada gejalanya sudah ada stimulan dan perbaikan," ungkapnya.

Tutum melanjutkan, pemerintah sebaiknay tidak boleh menunggu sampai semua dampak negatif sudah terjadi, dan saat ini hal tersebut ia nilai sudah terjadi dan proses perbaikannya akan memakan waktu lama dan panjang.

Merembetnya pertumbuhan ekonomi yang melambat dengan PHK yang dilakukan sejumlah sektor usaha ia asumsikan seperti orang terkena demam.

"Istilahnya begini, kita kalo baru gejala pilek, kita tidur bangun selesai, tapi kalau sudah tahu gejala pilek tapi masih main hujan-hujanan kan untuk mengobati demam akan lebih berat," lanjutnya.

Mengobati ekonomi Indonesia yang sedang melambat, ia nilai ada di tangan pemerintah yang mengerti indikator-indikator seperti keuangan dan makro ekonominya seperti apa.

Terkait hal ini, ia juga menyayangkan belum adanya tindakan yang jelas dari pemerintah. Sejauh ini ia katakan pihaknya belum diajak duduk bareng untuk mengatasi persoalan tersebut.

"Tidak ada (duduk bareng), istilahnya kalau ngobrol biasa sih ada tapi apa tindakanannya untuk mengatasi ini, tidak ada. Pemerintah kan menjadi pengendali situasi," lanjut Tutum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement