Selasa 26 May 2015 19:47 WIB

Tudingan Faisal Basri Masih Harus Diklarifikasi

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Faisal Basri
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Faisal Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmi Radhi justru tidak sependapat dengan tunjangan Faisal Basri atas keterlibatan Hatta Rajasa dalam membuat industri bauksit nasional lesu. Dasar perbedaan pendapat keduanya, lanjut Fahmi, pada aturan larangan ekspor minerba tanpa melalui smelter dalam negeri.

Perlu diketahui bahwa di masa pemerintahan Hatta Rajasa industri bauksit dalam negeri tidak boleh melakukan ekspor bijih. Semuanya harus dilakukan smelterisasi.

"Smelterisasi, selain menaikkan nilai tambah Minerba, juga membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri. Selain itu, smelterisasi juga meningkatkan transparansi dan lebih controllable berapa sesungguhnya minerba yang dilkeduk dari perut ibu pertiwi," jelas Fahmi, Selasa (26/5).

Larangan ekspor minerba yang tidak diolah di smelter dalam negeri, menurut Fahmi, semata-mata merupakan perintah UU untuk memaksa raksasa pertambangan seperti PT Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara untuk membangun smelter mereka.

"Dalam hal ini, tidak ada hubungan sama sekali dengan pencalonan Hatta Radjasa sebagai Cawapres," ujar Fahmi.

Fahmi juga menambahkan, terkait tudingan Faisal bahwa Hatta merupakan tokoh kunci di balik "kehancuran" industri bauksit dalam negeri, Fahmi mengatakan tidak ada data riil.

"Yang dipermasalahkan Faisal Basri, Russal tidak punya ijin tambang, tapi berkoar akan bangun smelter meski hingga kini Russal tidak bangun smelter. Koaran itu sempat menaikan sahamnya (Russal)," lanjut Fahmi.

Fahmi menyebut, hal ini lah yang perlu diklarifikasi. Kaitan antara Hatta Rajasa dengan Russal ini lah yang harus diklarifikasi oleh kedua pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement