REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan defisit anggaran hingga 15 Mei 2015 sebesar 64,3 triliun atau 0,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara tercatat Rp 476,3 triliun sedangkan realisasi belanja negara sebesar Rp 540,5 triliun.
Dari sisi pendapatan, penerimaan terbesar berasal dari penerimaan perpajakan yang mencapai 406,9 triliun atau 26,4 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Bambang mengakui bahwa penerimaan perpajakan yang didalamnya sudah termasuk penerimaan dari Bea dan Cukai masih lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
"Lebih rendah Rp 9 triliun," kata Bambang dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (21/5).
Sedangkan dari sisi belanja, realisasi belanja pemerintah pusat tercatat Rp 302,8 triliun atau 22,9 persen dari pagu APBNP sebesar Rp 1.319,5 triliun. Penyerapan anggaran belanja pemerintah ini masih lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun lalu Rp 319,7 triliun.
Meski begitu, lebih rendahnya penyerapan anggaran ini bukan dikarenakan lambatnya belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Belanja K/L dilaporkan Rp 129,5 triliun atau lebih tinggi dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 123,8 triliun.
"Belanja pemerintah pusat lebih rendah karena menurunnya belanja non K/L akibat pengurangan subsidi BBM," kata Bambang.
Realisasi belanja subsidi energi tercatat hanya Rp 51,3 triliun. Masih jauh lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 105,4 triliun. Dengan begitu, belanja non K/L Rp 173,3 triliun. Sedangkan tahun lalu, realisasi belanja non K/L Rp 195,9 triliun.
Bambang tidak khawatir defisit anggaran akan melebar jauh dari target 1,9 persen dalam APBNP 2015. Ia masih optimistis penerimaan perpajakan bisa mencapai target. Buktinya, ujar dia, pendapatan negara berdasarkan realisasi per 20 Mei sudah mencapai 502,7 triliun.
"Artinya, dalam lima hari (realisasi per 15-20 Mei), naik sekitar Rp 100 triliun," ujarnya.