REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah sebuah keniscayaan yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015. Semua negara - negara ASEAN jauh jauh hari sebelumnya telah menyiapkan diri.
Lantas bagaimana Indonesia yang merupakan potensi market terbesar diantara negara-negara ASEAN? Terkait dengan hal tersebut Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) mengeluarkan Tiga Perintah Harian.
Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) Heppy Trenggono dalam keterangan rilisnya hari ini, mengatakan, bahwa MEA harus dilihat sebagai sesuatu secara utuh. MEA adalah sebuah inisiatif yang temanya adalah pasar yang berjumlah 600 juta jiwa.
Besarnya pasar tersebut bagi IIBF merupakan kabar besar buat Malaysia, Singapura yang ingin memperluas pasarnya. Singapura selama ini sangat terbatas wilayahnya, sehingga kesulitan dalam memasarkan produk. Begitu pula dirasakan oleh Malaysia dan Thailand.
Sementara Indonesia yang memiliki pasar besar tidak dikuasai sendiri. "Dari perspektif inilah IIBF melihat MEA lebih banyak mudhorotnya dari pada segi manfaatnya buat Indonesia,"ujar Heppy.
Jadi lanjut Heppy, MEA itu sebuah pekerjaan besar dan ini yang harus dipahami. Maka dari itu, berbicara tentang MEA tidak ada yang mampu menjelaskan apa keuntungan Indonesia dalam MEA tersebut. Hal ini dikarenakan, selama ini, mengurusi pasar sendiri saja Indonesia sudah kuwalahan yang akhirnya diserbu oleh produk-produk asing.
Ini merupakan sebuah fenomena yang tidak IIBF inginkan dimana IIBF tidak memiliki pilihan untuk menyatakan ikut atau tidak ikut. Sehingga IIBF harus mensikapi dengan tindakan.
Tindakan IIBF dalalm menyikapi MEA adalah, pertama, kuasai pasar captive. IIBF meminta kepada kader-kader IIBF untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada komunitas atau unit-unit ekonomi seperti pemerintah daerah, pesantren, universitas agar mereka mau bangkit dan menguasai pasar yang menjadi bagian dari pada kekuasaan mereka sendiri untuk menjadi pasar captive.
Kedua, IIBF ikut membantu mewujudkan produk-produk pengganti. tentu belum bisa semuanya tetapi dimulai dari yang kita bisa. Ketiga, IIBF harus menjadi sebuah organisasi yang bisa menjadi perekat antar komunitas.
"Ketiga hal inilah yang kami sosialisasikan terhadap kader untuk menghadapi MEA, ini kami sebut sebagai : 3 perintah harian menghadapi MEA,"terang Heppy.
Adanya MEA, dipandang IIBF sebagai momentum guna menggalang kebangkitan bangsa melalui kebangkitan daerah, komunitas-komunitas, pesantren, universitas dalam membangun perekonomiannya, dengan cara mengedepankan solidaritas. Apalagi MEA memiliki dampak terhadap kewirausahaan, yakni, MEA masuk di saat dulu orang yang tidak berbicara ekonomi itu berbicara ekonomi.
"Jadi saya sangat meyakini dengan masuknya MEA menjadi sebuah lonceng kebangkitan,"tegas Heppy.