REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai oleh Faisal Basri resmi purna tugas sejak Rabu (13/5) kemarin. Tim yang beranggotakan 11 orang akademisi, praktisi, dan tenaga ahli ini usai menjalankan masa tugas 6 bulan sejak dibentuk November tahun lalu. Pemerintah urung memperpanjang masa tugas tim ini karena dinilai rekomendasi yang diberikan sudah mencukupi.
Meski telah purna tugas, tepat sebelum "lengser", tim anti mafia migas mengajukan 12 poin rekomendasi yang diberikan kepada pemerintahan Presiden Jokowi. Rekomendasi ini tergabung dalam laporan yang berjudul "Memperkokoh Kelembagaan Sektor Migas Indonesia".
Pada poin pertama, tim merekomendasikan arahan umum yang mencakup pembentukan sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal tata niaga migas di sektor midstream dan downstream, khususnya pelaksanaan impor minyak. Sampai pada adanya masukan bagi pemerintah untuk mulai membuka peluang kepemilikan blok-blok migas di luar negeri untuk menjamin pasokan migas dalam negeri kedepannya.
Tim juga menyinggung tugas pemerintah yang masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam menciptakan kemandirian energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan sebagai bahan baku pembangkit listrik.
Poin kedua, tim membicarakan tentang penerimaan negara dari sektor migas. Tim memberikan rekomendasi agar penerimaan negara dari sektor migas (di luar PPh perusahaan migas) disisihkan dan ditabung untuk berbagai keperluan. Seperti, membiayai pengembangan energi baru-terbarukan, kebijakan jaring pengaman untuk mengurangi dampak fluktuai harga minyak, riset EOR (Enhanced Oil Recovery), serta survei umum dan seismik.
Ketiga, tentang format tata kelola sektor hulu migas. Tim merekomendasikan, dibentuknya BUMN khusus untuk mengatur dan mengendalikan sektor hulu migas. BUMN khusus ini dibiayai melalui imbalan pengelolaan migas yang diperoleh dari penerimaan kegiatan hulu migas. Menurut tim, fungsi pengaturan dan pengendalian sektor hulu migas tidak perlu dibebankan ke Pertamina. Tujuannya, agar Pertamina bisa terhindar dari resiko kontrak migas, dan dapat berkonsentrasi pada usaha komersial.
Keempat, tentang sistem fiskal sektor hulu migas. Tim merekomendasikan adanya model kontrak kerjasama yang sederhana, transparan, fleksibel, dan kompetitif. Tim menyebutkan, untuk wilayah kerja yang memiliki cadangan besar dengan tingkat kesulitan rendah, dapat digunakan service contract. Tim juga merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali aturan mengenai cost recovery.