REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sudah ada sembilan destinasi wisata halal, pengenalan karakter turis asing Muslim yang datang tetap perlu diperhatikan. Ketua Asosiasi Hotel dan Restoran Syariah Indonesia (AHSIN) Riyanto Sofyan mengungkapkan, turis asing Muslim asal Timur Tengah menyenangi wisata alam, belanja dan spa. Sementara turis Muslim asal ASEAN senang wisata yang berkaitan dengan agama misalnya kurban dan ziarah juga belanja.
Sementara Muslim Eropa senang wisata petualangan dan belanja. "Wisatawan Muslim Eropa ini seperti wisatawan Eropa lainnya, punya pendapatan besar untuk berwisata. Tentu saja, mereka memiliki batasan yang mengacu pada nilai Islam," ungkap Riyanto dalam forum diskusi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) tentang Menjadikan Indonesia Unggulan dalam Wisata dan Gaya Hidup Halal di JCC, Selasa (12/5).
Menurut Ketua Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, wisatawan asing dari Asia Timur seperti menyenangi wisata belanja dan hiburan seperti karoke.
Untuk itu dibutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan yang sejalan. Haryadi mengusulkan agar Kementerian Pariwisata membuat kalender kegiatan agar wisata syariah menemukan momen-momen dan poin-poin untuk ditonjolkan. "Syariah tidak selalu ke Aceh, Bali bisa jadi gerbang untuk diarahkan ke Lombok," kata Dia.
Mantan Wakil Menteri Pariwisata Sapta Nirwandar juga melihat wisatawan Muslim Cina sangat potensial terutama untuk perjalanan ibadah. Karena Muslim Cina mendapat kuota kecil untuk umrah, ia menyarankan agar Indonesia bisa persuasif mengajak Muslim Cina untuk umrah melalui Indonesia.
"Jadi mereka datang dulu ke Indonesia, menetap beberapa hari di sini baru melaksanakan umrah dan kembali ke Cina melalui Indonesia lagi. Ini juga akan menggerakkan wisata syariah Indonesia," tutur Sapta.
Mereka sepakat, wisata syariah adalah wisata seperti pada umumnya dengan memudahkan akses turis Muslim untuk memenuhi kebutuhan mereka sebagai Muslim.