REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (6/5) pagi, bergerak menguat tipis sebesar lima poin menjadi Rp 13.031 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.036 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa mata uang rupiah berpeluang menguat lebih tinggi terhadap dolar AS seiring dengan melebarnya defisit perdagangan Amerika Serikat. "Situasi itu dapat memberikan alasan bagi dolar AS untuk kembali melanjutkan tren pelemahannya," kata Rangga.
Menurut dia, jika defisit AS tumbuh lebih cepat dari pendapatan masyarakat maka pada akhirnya akan memperlambat pertumbuhan ekonominya sehingga kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Ia mengemukakan bahwa defisit neraca perdagangan Amerika Serikat melebar menjadi 51,4 miliar dolar AS pada Maret dari 35,9 miliar dolar AS pada Februari.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa pelaku pasar uang sedang menanti pengumuman data tenaga kerja sektor swasta AS oleh Automatic Data Processing Inc (ADP). Data itu bisa dijadikan acuan untuk memprediksi angka Non-Farm Payrolls (NFP) AS yang akan dirilis pada akhir pekan ini.
"Data NFP itu berpengaruh pada mata uang dunia, karena menggambarkan informasi gaji nonsektor pertanian di AS, juga dapat memberi gambaran kapan The Fed akan menaikkan suku bunganya," kata Ariston.
Ia mengatakan bahwa pengumuman data Amerika Serikat yang lebih baik dari perkiraan maka dapat mengembalikan penguatan mata uang dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah.