Rabu 06 May 2015 03:10 WIB

Kenaikan BBM Jadi Alasan Daya Beli Petani Rendah

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani sedang memanen padi di Desa Keyongan, Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (27/2).
Foto: Antara
Petani sedang memanen padi di Desa Keyongan, Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyebut, daya beli petani yang rendah berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) disebabkan faktor eksternal. Sama sekali bukan disebabkan faktor yang timbul di sektor produksi.

"Itu karena harga yang diterima petani dengan belanja yang dikeluarkannya lebih besar, nilai tukar petani (NTP)-nya turun dan panen bukan jaminan NTP naik," kata Winarno pada Selasa (5/5).

Ketika situasi harga gabah naik turun karena tingkat kadar air yang berbeda-beda pada gabah di berbagai wilayah. Sementara bahan kebutuhan sehari-hari harganya meningkat, daya beli pun menjadi rendah.

Yang menjadi dalang penyebab di antaranya kenaikan BBM, listrik, harga bahan pangan seperti bawang merah, cabai dan yang lainnya mengalami kenaikan.

Makanya, berdasarkan analisisnya, daya beli petani yang rendah juga bukan disebabkan penyerapan beras petani oleh Bulog yang lambat. "Ini lebih ke faktor luar. Bukan karena penyerapan lambat," tegasnya.

Dicontohkannya, petani bisa menjual gabah dengan harga Rp 3.700 dan jika menjadi beras seharga Rp 7.300. Dibandingkan dengan harga bensin Rp 7.500, berarti satu kilo beras adalah seliter bensin.

"Jadi kalau si petani menggunakan motor dan menghabiskan dua liter bensin, berarti dia sama dengan membakar dua kg beras, sementara 1 kg beras bisa dipakai empat hari kalau anggota keluarga terdiri dari orangtua dan satu anak," tuturnya.

Maka yang seharusnya dilakukan pemerintah yakni menekan harga kebutuhan pokok. Apakah itu daging, bawang cabe, harus stabil dan terjangkau, sehingga pendapatan yang diperoleh petani dari hasil penjualan gabah dan beras bisa cukup untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari.  

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis tingkat daya beli petani yang terus tertekan. Hal tersebut tampak dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada April 2015 yang kembali turun, setelah Maret lalu mengalami penurunan.

Dalam laporannya, BPS menyebut, NTP nasional pada April 2015 sebesar 100,14 atau turun 1,37 persen dibanding NTP bulan Maret 2015 sebesar 101,53. Penurunan disebabkan Indeks Harga yang Diterima Petani sebesar 1,07 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani naik sebesar 0,3 persen.

NTP nasional Maret 2015 juga turun dibanding bulan sebelumnya sebesar 0,64 persen. Untuk NTP subsektor tanaman pangan (NTPP) mengalami penurunan juga sebanyak 3,44 persen, NPT subsektor hortikultura (NTPH) turun 1,02 persen, NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR) turun 0,40 persen, NTP subsektor perikanan (NTNP) turun 0,43 persen. Selanjutnya, kelompok penangkapan ikan turun 0,96 persen dan kelompok pembudidaya ikan pun turun 0,01 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement