Ahad 03 May 2015 12:14 WIB

Mastel: Operator Telekomunikasi Lepas Menara? Itu Wajar

Menara telepon seluler
Menara telepon seluler

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai wajar jika operator telekomunikasi melepas menara miliknya sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnis untuk mengkapitalisasi aset.

"Melepas menara sudah biasa bagi operator. Dalam bisnis sudah lazim menerapkan strategi outsourcing bukan hanya untuk infrastruktur pasif yang bukan inti bahkan saat ini sudh merambah ke infrastruktur aktif yang inti,” kata Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono di Jakarta. Ahad (3/5).

Pada tahun lalu XL melepas 3.500 menara miliknya dan mendapatkan dana segar sekitar Rp 5,6 triliun. Indosat juga sudah melepas 2.500 menaranya dan berhasil mendapatkan capital gain sehingga bisa mengurangi beban utangnya.

Operator yang belum melepas menaranya adalah Telkom. Bisnis menara di Telkom di kelola anak usaha PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Manajemen Telkom telah menandatangani Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) untuk monetisasi bisnis menara ini dengan Tower Bersama.

Kristiono mengatakan isu infrastruktur sharing termasuk menara untuk operator sudah lama terjadi di Amerika maupun Eropa karena selain bukan infrastruktur inti bagi operator juga untuk mengurangi beban belanja modal serta tentu saja secara keseluruhan akan terjadi efisiensi.

Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga beberapa waktu lalu menyatakan sedang menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah untuk menuntaskan transaksi yang berpotensi menjadikan operator pelat merah itu menjadi pemain besar di bisnis menara.  “Saya belum ajukan ke komisaris, tetapi isunya sudah banyak sekali,” katanya.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengembalikan keputusan transaksi tersebut kepada internal Telkom. Pemerintah menganggap hal ini murni aksi korporasi yang dilakukan BUMN dan tak mencampuri lebih jauh.

"Pada dasarnya jika dilihat secara korporat, proses keputusan direksi ke komisaris. Jadi enggak naik ke pemegang saham. Jadi kalau perusahaan publik, pemegang saham lakukan RUPS. Dalam hal ini prosesnya melalui dewan komisaris,” kata Menteri BUMN Rini Soemarno.

Pasar saham pun menanti aksi korporasi ini tuntas. Hal ini terlihat dari harga saham Telkom yang melorot pada 30 April lalu di kisaran Rp 2.615 dari sempat menyentuh Rp 2.950 per lembar karena terus terkatung-katungnya transaksi ini.

Dalam kajian banyak analis, jika Telkom berhasil membawa Mitratel masuk bursa saham melalui back door listing, ada potensi menjadi pemegang saham mayoritas di Tower Bersama dan menjelma sebagai penguasa di bisnis menara nasional.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement