REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti muda Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan pemerintah belum fokus pada pembangunan satu infrastruktur yang memiliki dampak langsung pada kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini, menurutnya, hanya menimbulkan pertumbuhan infrastruktur yang berkualitas, tetapi melepas pemerataan kesejahteraan masyrakat.
"Misalnya rencana pembangunan tol laut. Tarif di perairan domestik masih lebih mahal dibanding dengan harga tarif perairan internasional. Hal ini tentu membuat arus barang asing lebih mudah masuk ke Indonesia," jelas Rusli ketika menggelar diskusi rutin INDEF, Kamis (30/4).
Rusli menambahkan, rencana pembangunan tol laut harus dipetakan dan dikaji terlebih dahulu. "Jika tidak, proyek tersebut justru akan memperpuruk dan mematikan perekonomian Indonesia," ungkapnya.
Dia juga mengatakan infrastruktur memang memiliki peran penting dalam pembangunan. "Namun proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah belum menyelesaikan most problem yang ada di Indonesia," tambahnya.
Selain tol laut, infrastruktur yang akan dibangun pemerintah pada 2015 hingga 2019 mencakup jalan baru, pembangunan 15 bandara dan 24 pelabuhan, serta perpanjangan jalur kereta api sepanjang 3258 kilometer di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Proyek tersebut juga merangkum pembangunan 49 waduk baru dan 33 Pembangkit Listrik Tenaga Air.