REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat melakukan kerja sama dengan Polda Jawa Barat melakukan kerja sama pencegahan tindak pidana. Penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) antara Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Provinsi Jawa Barat Rosmaya Hadi dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M Iriawan di Bandung, Kamis (30/4).
Penandatanganan PPK disaksikan oleh Deputi Gubernur BI Ronald Waas, serta Kabareskrim POLRI Komjen Pol Budi Waseso.
Ronald Waas mengatakan, tindak pidana pada sistem pembayaran, Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA), pelanggaran atas kewajiban penggunaan uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta tindak pidana terhadap uang rupiah dapat memberi kerugian bagi masyarakat maupun negara.
Bahkan, bisnis KUPVA sangat rawan untuk disalahgunakan, antara lain untuk pencucian uang, pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelundupan.
Menurutnya, penandatanganan PPK antara KPw BI Provinsi Jawa Barat dan Polda Jawa Barat tersebut merupakan langkah Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang, untuk mengambil langkah dan kebijakan yang diperlukan, diantaranya melalui penerbitan ketentuan, pengawasan, pembinaan, serta penegakkan hukum melalui kerja sama dengan PoIri.
“Dengan ditandatanganinya Pokok-Pokok Kesepahaman ini, kami berharap agar penegakan hukum di seluruh wilayah di tanah air dapat berjalan lebih lancar dan efektif, sehingga tujuan kita bersama dalam memberikan perlindungan kepada seluruh masyarakat dapat segera terwujud,” jelas Deputi Gubernur BI Ronald Waas dalam sambutannya.
PPK tersebut merupakan tindak lanjut penandatanganan Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang Kerja Sama dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian RI pada 1 September 2014. Sebelum Jawa Barat, enam KPw BI dan Kapolda telah terlebih dahulu menandatangani PPK serupa, yaitu di Batam, Denpasar, Medan, Surabaya, Pontianak dan Banjarmasin.
Untuk mencegah berbagai kejahatan pada kegiatan usaha penukaran valuta asing, Bank Indonesia pada tanggal 11 September 2014 yang lalu telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank. Ketentuan itu mewajibkan semua KUPVA bukan bank untuk mendapat izin dari Bank Indonesia, dan diharapkan dapat mengurangi potensi risiko munculnya penyalahgunaan dan kejahatan.
Bandung merupakan salah satu sentra utama kegiatan penukaran valuta asing. Hal itu dapat dilihat dari kontribusi nilai transaksi Uang Kertas Asing (UKA) rata-rata bulanan dalam satu tahun terakhir sebesar Rp 765 miliar, atau terbesar keempat setelah Jakarta, Denpasar, dan Batam. Penataan struktur industri KUPVA di Bandung menjadi sangat penting, agar kelangsungan bisnis dan kegiatan usaha di sektor ini dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Dari sisi penggunaan Rupiah, pada 31 Maret 2015, Bank Indonesia juga menerbitkan PBI Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya penegakan hukum yang diatur dalam ketentuan tersebut diharapkan dapat mewujudkan kedaulatan rupiah di wilayah NKRI dan mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah.
Berbagai implementasi kerja sama yang disepakati selama ini juga telah dilakukan, antara lain BI telah menjadi saksi ahli atas beberapa kasus yang terkait dengan penggunaan uang rupiah, menyelenggarakan rapat Tim Kerja Forum Koordinasi Tingkat Pusat (FKTP) BI dan Bareskrim Polri untuk membahas kasus dugaan tindak pidana penyelenggaraan kegiatan transfer dana tanpa izin dari BI (ilegal), serta berbagai kegiatan sosialisasi antara lain terkait sosialisasi Undang-undang Mata Uang dan ciri-ciri keaslian rupiah, penyelenggaraan transfer dana, alat pembayaran menggunakan kartu, dan KUPVA. Kerja sama ini akan terus ditingkatkan melalui penandatangan PPK di 25 daerah lainnya selama tahun 2015.