REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengusung konsep investasi hijau dalam pembangunannya, pemerintah Indonesia mendorong agar dunia usaha mengambil peranan penting dalam penerapannya. Sebab interaksi antara bisnis dan lingkungan akan memberikan keuntungan bagi kedua belah, pun bagi masyarakat dunia penghuni bumi. Syaratnya, hal tersebut harus dilakukan dalam aktivitas yang positif, yakni tidak hanya lingkungan yang menjadi sumber eksploitasi tetapi juga bagaimana mengelola dampak lingkungan yang terbentuk akibat aktivitas bisnis.
“Contoh kasus industri kelapa sawit, salah satu kendala pengembangannya yaitu lebih dari 40 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh pemilik lokal perusahaan skala kecil yang produktivitas dan management skillnya rendah," kata Staf Ahli bidang Pengembangan Lingkungan, Kementerian Pertanian Mukhti Sardjono pada sesi “The Commodities Landscape” pada Tropical Landscapes Summit: A Global Investment Opportunity yang diselenggarakan oleh BKPM bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden dan UNORCID di Shangri la Hotel pada Senin (27/4). Karenanya, lanjut dia, Pemerintah mendorong perusahaan besar untuk dapat membina kerjasama dengan para smallholders tersebut.
Merespons Mukhti, President Director Unilever Indonesia Hermant Bakshi menerangkan, saat ini Unilever tengah mengembangkan pabrik pengolahan kelapa sawit di Sei Mangke, Sumatera Utara, dengan investasi senilai Rp 2 triliun. Pabrik tersebut akan memungkinkan untuk mengontrol traceability dan segregasi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.
"Kendati kami menetapkan target bisnis yang ambisius, namun di saat yang bersamaan kami berusaha mengurangi dampak dari bisnis terhadap lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Hermant. Selain itu, Unilever juga telah meluncurkan strategi yang disebut Unilever Sustainable Living Plan yang memiliki tiga target utama yakni mengurangi hingga separuh dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh produk-produknya, memasok seratus persen bahan baku dari sumber yang berkelanjutan serta membantu satu milyar orang di seluruh dunia untuk melakukan tindakan dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraannya.
Inisiatif investasi hijau juga dilakukan oleh Cargill. Jean Louis Guillou, CEO Cargill Indonesia. “Beberapa program yang kami terapkan antara lain program partnership," kata dia. Diterangkannya, ia rutin melibatkan para smallholders untuk berkolaborasi dalam berbagai kegiatan pengembangan diantaranya melalui SHARP (Smallholder Acceleration and REDD Programme). Di samping itu, dibangun pula program capacity building bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program “IPB-Cargill Kebun Pendidikan Kelapa Sawit (IPB-Cargill Oil Palm Teaching Farm).
Sebelumnya, Kepala BKPM Franky Sibarani mengajak para partisipan bersama-sama mengeksplorasi segala peluang, berperan aktif dalam mengembangkan industri hijau di Indonesia. “Dalam dua hari mendatang, kita akan berdiskusi secara mendalam dengan para pengambil keputusan serta para ahli dan praktisi global.
Menurutnya, momen tersebut merupakan kesempatan yang baik bagi para partisipan, baik dari kalangan pemerintah, bisnis, maupun akademisi, untuk membahas dan mengembangkan konsensus guna memperdalam komitmen terhadap pendekatan berkelanjutan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi hijau ke dalam pola produksi dan konsumsi kita.
Menurut data BKPM, dalam lima tahun terakhir, realisasi investasi langsung di ketujuh sektor tersebut di Indonesia mencapai 41 miliar dolar AS, dengan angka pertumbuhan rata-rata tahunan yang cukup meyakinkan dalam periode 2010-2014, yaitu 23 persen untuk PMA dan 42 persen untuk PMDN. BKPM memperkirakan akan tercipta realisasi investasi setidaknya sebesar 100 miliar dollar hingga tahun 2019 di ketujuh sektor tersebut di Indonesia.