REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyadari sejumlah temuan kasus peruntukkan rumah bersubsidi salah sasaran, Pemerintah melalui Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tengah melakukan verifikasi terhadap peruntukan pembangunan rumah bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Verifikasi disebabkan sejumlah rumah bersubsidi yang tengah dibangun dan dihuni salah sasaran.
"Untuk data rinci kawasan mana saja yang peruntukkan huniannya tak tepat sasaran kita tidak ada karena seharusnya pengawasan berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Daerah," kata Plt Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PU-Pera Syarif Burhanudin dalam konferensi pers Persiapan Pencanangan Progran Sejuta Rumah untuk Rakyat pada Kamis (23/4). Karena itulah, guna memperbaiki dan memastikannya agar kembali tepat sasaran, dilakukanlah verifikasi oleh BLU.
Verifikasi, kata dia, merupakan bagian dari siatem pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap keberjalanan program penyediaan rumah. Jangan sampai, tujuan mengurangi backlog sekaligus meringankan beban MBR dalam memeroleh papan malah dimanfaatkan sebagian oknum untuk memeroleh keuntungan pribadi.
Dalam pengalokasiakpn rumah layak huni bagi MBR agar tepat sasaran, pengembang dan perbankan bisa menjadi penghambat. Kebanyakam kasus didominasi oleh tingginya tingkat kesulitan dari masyarakat ketika ingin melakukan kredit rumah. Makanya, pemerintah harus terlibat dalam mencipta persyaratan dan mudah tapi juga tetap terjamin tak merugikan kedua belah pihak.
Sementara untuk pengembang, kata Syarif, logikanya mereka lebih suka kalau banyak yang membeli. Makanya, pengawasan dilakukan pemerintah agar calon penghuni rumah benar-benar mereka yang membutuhkan. "Suka sering dengar rumah atau Rusunami itu salah sasaran, itu rumah yang diberikan subsidi, tapi setelah dibangun ternyata bukan MBR yang huni, ini yang harus jadi catatan untuk diverifikasi," tuturnya.
Makanya, aturan ketat akan diberlakukan di mana ketika trandaksi kredit rumah dan transaksi terjadi lantas ditempati, penghuni tidak bisa dengan mudah melakukan pemindahtanganan kepemilikan rumah kepada pihak lain. Telah pula diatur tiga ketentuan soal prosedur pemindahtanganan rumah.
Ketiganya yakni hunian sudah berumur 20 tahun, penghuni sudah meninggal dunia dan alasan ketiga karena benar-benar tidak mampu membayar. "Kalau mau pindah kota dia juga bisa memindahtangankan dengan ketentuan tertentu," katanya. Tapi proses pemindahtanganan pun bukan dari orang ke orang tapi dari orang ke badan. Inilah yang ke depan harus terus dipantau agar rumah bersubsidi berhenti salah sasaran.