REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menilai penggantian Premium dengan kadar Ron 88 menjadi Pertalite dengan Ron 90 di kota-kota besar akan menjadi sebuah langkah yang sia-sia dan tidak ada artinya.
Executive Director KPBB Ahmad Safrudin mengatakan bahwa kemunculan Pertalite dianggap bukti ketidakkonsistenan pemerintah. Dimana ia nilai tidak sejalan dengan UU No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, PP No.41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, Kepmen KLH No.141/2003 tentang standar emisi kendaraan tipe baru.
Terakhir, ucap dia, tak sesuai dengan current production dimana telah ditetapkan untuk mengadopsi Vehicle Emission Standard (Euro 2) per 1 Januari 2007 lalu. "Syarat penerapan standar ini yaitu BBM dengan kadar Ron minimal 91 untuk bensin, sedangkan untuk solar minimal 51 bukan 48 dengan kadar belerang maksimal 500 bpm," ujarnya kepada awak media di Kantor KPPB, Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (21/4).
Adanya Pertalite hanya akan membuat senang Oil Traders karena dapat menciptakan harga sesukanya, sedangkan untuk harga lain yang sudah berstandard internasional sendiri sudah ditetapkan lewat Piagam Kualitas BBM Dunia (World Wide Fuel Charter) dengan empat kategori yaitu Euro 1, 2, 3, dan 4.
"Dalam WWFC itu menyatakan untuk bensin minimal Ronnya 91, tidak ada yang di bawah itu," sambungnya.
Sementara untuk kendaraan yang membutuhkan putaran lebih tinggi, lanjutnya, dapat menggunakan Ron 95 namun dengan sejumlah ketentuan lainnya.