Senin 20 Apr 2015 15:21 WIB

WEF 2015: Pemimpin Dunia Serukan Reformasi Struktural di Asia Tenggara

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
World Economic Forum
World Economic Forum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemimpin dari bisnis dan pemerintah menyerukan reformasi struktural di Asia Tenggara dalam acara World Economic Forum on East Asia 2015 di Jakarta, Senin (20/4). Langkah itu untuk menyuntikkan kepercayaan ke pasar keuangan daerah dan mempersiapkan diri untuk kepentingan antisipasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Vice-Chairman Asia-Pacific and Country Chief Executive Officer Credit Suisse Singapore, Jose Camacho Isidro mengatakan, China sebagai ekonomi terbesar di Asia menjadi kunci untuk kepercayaan di pasar di kawasan itu karena berlanjut dengan reformasi keuangan dan liberalisasi. Menurutnya, China telah menunjukkan manajemen yang kompeten ekonomi selama beberapa dekade.

“Mereka tidak hanya memiliki alat yang lebih di dalam kotak, mereka juga menjadi lebih efektif dalam menggunakan alat-alat tersebut,” ujarnya dalam forum tersebut.

Wakil Perdana Menteri Federasi Rusia Arkady Dvorkovich menambahkan, ekonomi lain di Asia, terutama yang di bawah kepemimpinan baru seperti Indonesia dan India juga melakukan reformasi yang diperlukan untuk memperkuat dan menyuntikkan kepercayaan ke pasar mereka. Menurutnya, Rusia melihat pertumbuhan pasar Asia dengan bunga yang besar.  “Perdagangan Rusia dengan Asia diperkirakan akan dua kali lipat dalam 5-7 tahun ke depan,” imbuhnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Indonesia Sofyan A Djalil mengatakan, dengan jumlah penduduk 250 juta orang yang 60 persen berada di bawah usia 30, menjadi potensi yang matang untuk investasi. Menuruntya, ada banyak potensi di pasar Indoensia. Dia mencatat lebih dari 30 smelter berada di bawah konstruksi, sektor jasa berkembang pesat dan sektor manufaktur tumbuh lagi. “Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah kurangnya infrastruktur,” jelas Sofyan.

Executive Direct Lippo Group Indonesia sekaligus Co-Chair dari World Economic Forum on East Asia John Riady mengatakan, lembaga harus mulai mencerminkan kenyataan di lapangan untuk menyuntikkan percaya diri yang lebih ke pasar di kawasan Asia. "Jika kita mulai mengubah institusi kita untuk lebih mencerminkan realitas di Asia, investor akan lebih percaya di Asia," kata John Riady.

Wakil Sekretaris Jenderal OECD Mari Kiviniemi menambahkan peraturan harmonisasi juga akan membuat ASEAN lebih ramah bisnis. Mengembangkan pasar modal dinilai menjadi salah satu isu yang di garis depan. Pemerintah diminta seterbuka mungkin, serta dapat diandalkan dan inklusif.

Dengan kenaikan suku bunga Federal Reserve Amerika Serikat tahun ini, diharapkan ekonomi Asia sudah mempersiapkan untuk arus keluar modal potensial. Karena itu, Camacho menilai ekonomi Asia telah mempersiapkan untuk waktu yang lama. Selain itu, ekonomi Asia terus tampil selama krisis keuangan.

Menurut John Riady, perekonomian Asia telah berubah drastis dari tahun 1996, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik untuk menahan laju kenaikan US. "Kami memiliki lebih dari 4,5 kali cadangan yang kami miliki di tahun 1996. Asia berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk mengelola dampak kebijakan moneter di Amerika Serikat," pungkas John.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement