REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi (17/4) bergerak menguat sebesar 49 poin menjadi Rp12.856 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.905 per dolar AS.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan, mata uang rupiah kembali mengalami apresiasi terhadap dolar AS di tengah euforia investor terhadap data ekonomi dalam negeri yang terbilang posiitif, seperti data neraca perdagangan Indonesia periode Maret 2015 yang kembali melanjutkan tren surplus.
"Rupiah mampu mengalami kenaikan seperti harapan kami sebelumnya setelah data ekonomi domestik yang cukup positif," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, munculnya spekulasi tentang pengunduran waktu pelaksanaan kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate) menyusul beberapa data ekonomi Amerika Serikat masih di bawah ekspektasi memicu dolar AS mengalami tekanan terhadap mayoritas mata uang global.
Sementara itu, Chief Market Analyst ForexTime (FXTM) Ltd, Jameel Ahmad mengatakan bahwa dari berbagai indikator yang ada The Fed berpotensi besar merealisasikan kenaikan suku bunganya pada September tahun ini.
"Kekhawatiran yang ada adalah kurs melemah dan terjadi 'capital outflow' karena dana yang ada dan tersebar di beberapa negara akan masuk ke AS. Indonesia perlu untuk meyakinkan dan mengajak lebih banyak investor agar tetap bertahan di sini," katanya.
Menurut dia, Indonesia bisa meminimalisir risiko itu jika pemerintah mampu mengendalikan angka inflasi. Tingkat inflasi yang sampai Maret 2015 ada di kisaran 6,3 persen menurutnya relatif tinggi.
"Sejauh ini, beberapa kebijakan Bank Indonesia (BI) memang cukup baik untuk mengatasi kurs, jika Fed fund rate naik, BI butuh fleksibilitas untuk mengimbanginya," katanya.