REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengharapkan kinerja ekspor nonmigas khususnya ke negara-negara ASEAN mampu mengantongi surplus pada 2015, dimana saat ini ekspor Indonesia masih mengalami defisit.
"Jika kita lihat ekspor nonmigas kita ke ASEAN selama tahun 2014 itu defisit 940 juta dolar AS, tidak terlalu besar. Untuk 2015, nonmigas sebetulnya bisa surplus dengan ASEAN," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani seusai menandatangani MoU dengan Kementerian Perdagangan di Jakarta, Senin (13/4).
Hariyadi mengatakan saat ini neraca perdagangan Indonesia hanya mampu mengantongi surplus dari tiga negara anggota ASEAN seperti Filipina, Kamboja, dan Myanmar. Kondisi tersebut menjadi catatan tersendiri bagi Apindo.
"Kita harus lebih mengintensifkan rekanan kita di negara-negara (ASEAN) tersebut, karena bagaimanapun juga kita harus memiliki perwakilan yang mengembangkan pasar itu," ujar Hariyadi.
Menurut Hariyadi, saat ini pemanfaatan rekanan di negara ASEAN tersebut masih belum optimal dan intensif, oleh karena itu pihaknya akan segera membenahi hal tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. "Ke depannya harus kita intensifkan dan maksimalkan, tidak hanya perwakilan pemerintah saja, namun juga perwakilan kita harus lebih baik," tambah Hariyadi.
Apindo dan Kementerian Perdagangan menandatangani MoU Pembinaan dan Pengembangan Pelaku Usaha Nasional dalam Upaya Peningkatan Ekspor dan Penguatan Pasar Dalam Negeri, dengan salah satu poinnya memetakan apa saja yang menjadi kendala dalam melakukan ekspor.
Nota kesepahaman dilakukan untuk menumbuhkan peran aktif para stakeholders, terutama para eksportir dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan membaik, serta mengimplementasikan target pertumbuhan ekspor non-migas 2015 yang ditetapkan 192,5 miliar dolar AS.
Ruang lingkup kerja sama tersebut meliputi penyebarluasan informasi, identifikasi masalah nasional dan internasional yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta kegiatan lainnya.
Selain itu, diharapkan kerja sama itu juga dapat melingkupi pemanfaatan fasilitas preferensi perdagangan, peningkatan hubungan dagang dan kerja sama antarpengusaha Indonesia dan pengusaha luar negeri guna mendukung peningkatan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri. Juga diharapkan terjadi pengkoordinasian dan penyelenggaraan promosi dagang di dalam dan luar negeri dengan memberdayakan dan memaksimalkan peran perwakilan perdagangan di luar negeri.
Dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia dituntut dapat menciptakan pengusaha baru, dimana saat ini jumlah pengusaha Indonesia pada 2014 hanya mencapai 1,6 persen dari total penduduk Indonesia.
Angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Singapura yang memiliki 7 persen pengusaha dari total penduduknya, AS memiliki 12 persen, serta Tiongkok dan Jepang memiliki pengusaha sebesar 10 persen dari total penduduknya.