Jumat 10 Apr 2015 03:00 WIB

Komisi VI: Kebijakan Pemerintah Jokowi Menuju Liberalisasi

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Aktivis yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengusung spanduk dan poster berjalan kaki menuju kantor DPRA saat aksi menolak liberalisasi migas dan kenaikan bahan bakar minyak di Banda Aceh, Jumat (7/11). (Antara/Ampelsa)
Aktivis yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengusung spanduk dan poster berjalan kaki menuju kantor DPRA saat aksi menolak liberalisasi migas dan kenaikan bahan bakar minyak di Banda Aceh, Jumat (7/11). (Antara/Ampelsa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi VI DPRI RI Achmad Hafisz Tohir menilai kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo menuju ekonomi liberal. Ini karena beberapa kebijakan yang dibuat menyerahkan harga ke mekanisme pasar.

"Saya melihat langkah-langkah pemerintah berupa kebijakan-kebijakan yang lahir saat ini menuju liberalisasi. Entah pemerintah menyadarinya atau tidak," kata Hafisz kepada ROL, Kamis (9/4).

Hafisz mencontohkan, contoh kebijakan yang dianggap menuju liberalisasi dapat terlihat dari kebijakan terkait energi.

Pemerintah telah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Kemudian, pemerintah bahkan juga berencana menyerahkan harga gas elpiji 3 kg ke mekanisme pasar dan menggantinya dengan subsidi langsung.

"Menyerahkan minyak bumi dan gas ke mekanisme pasar itu tidak benar. Karena UU kita jelas bahwa semua kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat," kata dia.

Selain itu, tambah dia, langkah-langkah menuju liberalisasi terlihat dengan adanya niatan pemerintah untuk melakukan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hafisz menegaskan dirinya akan menolak keras upaya privatisasi tersebut.

Dia mengatakan, privatisasi justru akan merugikan negara. Apalagi bagi BUMN yang mengurusi kebutuhan hidup orang banyak. "Seperti Jasa Marga, itu kan menguntungkan negara masa sih mau diprivatisasi. Saya akan menolak keras sepanjang keuangan BUMN tersebut memang tidak bermasalah," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement