Kamis 02 Apr 2015 01:00 WIB

Kecilnya Angka Inflasi Bisa Timbulkan Kesalahpahaman

Rep: C84/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mempertanyakan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menetapkan inflasi sebesar 0,17 persen pada Maret 2015.

Ia mempertanyakan BPS dalam menetapkan deflasi sebesar 0,73 untuk komoditi bahan makanan. "Ini yang dicatat dari pasar mana, daging, telur, dan minyak minyak kan tidak ada yang turun harganya. Jangan mentang-mentang minyak sawit dunia turun, minyak curah dan minyak goreng nyatanya tidak ada yang turun," ujarnya kepada Republika, Rabu (1/4).

Ia menambahkan, kecilnya angka inflasi seperti yang diumumkan BPS bisa mengakibatkan adanya pemahaman bahwa kenaikan harga BBM tidak akan bermasalah mengingat rendahnya inflasi yang ditimbulkan. Padahal menurutnya masyarakat tidak membutuhkan angka-angka tersebut melainkan fakta yang terjadi di lapangan kala membeli kebutuhan pokoknya.

Kalau pun angka-angka ini sudah dikeluarkan, ia berharap pemerintah mampu menjelaskan kepada masyarakat.

Enny melanjutkan, terkadang ia mempertanyakan metodologi perhitungan bobot masing-masing komoditas yang dilakukan BPS. Menurutnya, ada sejumlah komoditas yang memiliki bobot tinggi yakni barang primer yang memiliki dampak domino dan dapat timbulkan inflasi seperti beras dan daging.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement