REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bakal membuka kantor perwakilan di Beijing, Cina, tahun ini.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan BKPM telah memiliki kantor perwakilan di Tokyo, Jepang. Sehingga proses komunikasi kepada calon investor di Jepang lebih mudah. "Khusus Cina kita belum punya kantor perwakilan, kita terus koordinasi dengan kedutaan besar, kita akan proses segera untuk buka kantor di Beijing," jelas Franky dalam konferensi pers di kantor pusat BKPM Jakarta, Rabu (1/4).
Sementara di Jepang yang telah memiliki kantor perwakilan BKPM dinilai cukup aktif bekomunikasi dengan para investor di Jepang. Perwakilan BKPM di Jepang juga banyak berkomunikasi dengan pengusaha melalui forum-forum yang ada di setiap kota yang memiliki potensi invetor cukup besar. Selain itu, saat kunjungan Presiden Jokowi ke Jepang dan China akhir Maret 2015, Jepang mudah berkomunikasi sementara Cina lebih sulit.
Franky menjelaskan pembukaan kantor perwakilan di Cina ada prosesnya. Salah satu prosedur pembukaan kantor cabang di Cina harus melalui persetujuan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. "Di Jepang cepat sekali direspons, di Cina ada keterbatasan, bisa jadi itu penyebabnya," ujar Franky.
Diharapkan dengan minat yang tinggi dari dua negara tersebut, bisa meningkatkan rasio realisasi investasi. BKPM mencatat total rencana investasi Cina di Indonesia pada 2005-2014 sebesar 24,27 miliar dolar AS. Namun, realisasi investasi hanya 7 persen yakni sebesar 1,8 miliar dolar AS. Sementara, total rencana investasi Jepang di Indonesia pada 2005-2014 sebesar 26,61 miliar dolar AS. Total realisasi investasi mencapai 62 persen yakni 16,60 miliar dolar AS.
BKPM menargetkan, rasio realisasi investasi Cina di Indonesia meningkat menjadi 30 persen tahun ini. Sedangkan rasio realisasi investasi Jepang menjadi 80 persen.
"Itu salah satu yang menjadi review kita harus segera menempatkan perwakilan di sana untuk mudahkan komunikasi dengan investor di Cina, jangan sampai rasio lebih kecil, padahal minat cukup besar," imbuhnya.
Franky menjelaskan, selama ini kecilnya rasio realisasi investasi Cina di Indonesia dipengaruhi beberapa hal. Dia melihat besarnya peminat dari Cina tapi tidak mendapatkan mitra yang pas. Kedua, yang memasukkan permohonan izin prinsip mungkin juga investor dari Cina yang belum memiliki banyak informasi tentang Indonesia. Serta ketiga, ada beberapa yang frustasi dengan proses perizinan lama yang memakan waktu lama dan tertipu sana-sini.