REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak stabilnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak hanya menyusahkan masyarakat, melainkan juga para pemimpin daerah dalam mengatur anggaran daerahnya.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengatakan fluktuatifnya harga BBM akan menyulitkan kepala daerah dan juga sektor usaha.
Ia mengatakan, dari sisi usaha, para pengusaha tidak akan dapat membuat cashflow yang pasti lantaran fluktuatifnya harga BBM.
"Daerah tidak dapat membuat perencanaan anggaran karena kemungkinan akan ada perubahan anggaran di tengah jalan apabila harga BBM naik. ini yang bahaya," ujarnya kepada Republika, Selasa (31/3).
Ia menyarankan adanya kesepakatan bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan bersama pemimpin daerah dalam mengatasi persoalan tersebut.
Hal ini untuk mencegah adanya pembengkakan anggaran yang sudah diputuskan DPRD lantaran adanya kenaikan harga BBM. Selain mampu mendapat keputusan yang terbaik, hal ini ia yakini akan membuat daerah tidak selalu disalahkan dalam menyusun anggaran daerahnya.
Ditemui Republika di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (2/3), Bupati Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat Yudas Sabaggalet juga mengatakan keberatannya.
Ia menilai, naik turunnya harga BBM membuat daerah tidak memiliki standarisasi yang tetap dalam menyusun anggaran
"Sangat berpengaruh terutama dalam konteks menentukan anggaran. Anggaran kita dari sisi jumlah tidak seberapa, makanya ini sedikit berpengaruh dari asumsi dasar anggaran," paparnya.
Ketidakstabilan harga BBM, lanjutnya, semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam membuat proyek yang bersifat jangka panjang. Selain itu, ia juga menyoroti fluktuatifnya harga BBM yang berakibat munculnya inflasi.
Yudas menambahkan, dampak dari ketidakstabilan harga BBM membuat harga-harga di daerahnya menjadi tidak stabil. Banyak para pedagang yang enggan menurunkan harganya lantaran khawatir harga BBM akan naik kembali.