REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK -- Kebutuhan industri petrokimia terhadap pasokan gas semakin mendapat perhatian pemerintah. Apalagi, petrokimia merupakan penghasil pupuk yang menopang produksi pertanian.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian mendesak pemangku kepentingan energi gas untuk memperhatikan posisi strategis industri petrokimia tersebut. "Selain kepada produsen gas sebagai stakeholder, kami juga terus memperjuangkan kebijakan harga gas yang lebih ramah bagi pemakai kepada kementerian lainnya," ujar Menperin Saleh Husin dalam keterangan resminya, Jumat (27/3).
Menurutnya, harga gas di Indonesia yang lebih mahal dibanding di luar negeri sudah sering dipertanyakan para pelaku industri dan calon investor. Karena kondisi ini tidak menguntungkan perkembangan industri dalam negeri.
Ujungnya, mempengaruhi daya tarik investasi dan melemahkan daya saing. "Pilihannya begini, jika kita mempertahankan harga gas tinggi maka kita memang mendapat revenue atau pendapatan di depan," kata dia.
Namun, pemasukan itu hanya dinikmati sedikit pihak, terutama para produsen gas. "Jika kita mau menurunkan harga gas maka pendapatannya memang jatuh di belakang yang artinya setelah para industri pemakai gas mulai berproduksi. Tapi, harus dicatat, semakin banyak pihak yang diuntungkan dengan harga gas yang lebih murah," kata Menperin.
Dampak lanjutannya pun mengarah pada makin banyaknya lapangan kerja, daya beli meningkat, daya saing kuat dan negara memperoleh devisa dari penjualan ekspor.
"Makanya saya pilih yang kedua. Harga gas lebih terjangkau, dan lebih banyak pihak menikmati perkembangan industri. Termasuk menopang produksi pupuk yang dibutuhkan sektor pertanian demi ketahanan pangan," katanya.
Ia menjelaskan, pupuk merupakan salah satu industri prioritas bagi pertanian yang menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian. Pupuk juga berkontribusi 15-30 persen dalam struktur biaya usaha pertanian padi.
Sejauh ini, tambahnya, kapasitas produksi urea nasional sebesar delapan juta ton/tahun. Sedangkan kebutuhannya sebesar sembilanjuta ton/tahun.
Demi mengembangkan industri pupuk, pemerintah telah menetapkan kebijakan, antara lain revitalisasi industri pupuk. Yaitu mengganti empat pabrik pupuk urea yang sudah tua dan tidak efisien lagi.
Kemudian membangun satu pabrik pupuk urea baru. Juga mengembangkan program gasifikasi batubara untuk mengganti bahan baku gas bumi dengan batubara dan mengembangkan pabrik pupuk di lokasi sumber gas bumi.
PT Petrokimia Gresik merupakan produsen pupuk terlengkap di Indonesia yang memproduksi Urea, ZA, SP-36, ZK, NPK Phonska, NPK Kebomas, dan pupuk organik Petroganik. BUMN itu juga menghasilkan produk non pupuk, antara lain Asam Sulfat, Asam Fosfat, Amoniak, Dry Ice, Aluminum Fluoride, dan Cement Retarder.