REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak mudah membongkar praktik kartel pangan yang terjadi di Indonesia termasuk di sektor petani itu sendiri. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengungkapkan adanya kartel ini hanya membuat kondisi para petani semakin sulit.
Huda mengatakan Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi salah satu alat ukur kesejahteraan petani menunjukan adanya daya beli menurun seiring dengan melambungnya harga-harga.
"Masalah ini timbul salah satunya diakibatkan adanya disparitas harga yang tinggi antara harga di tingkat petani/produsen dengan di tingkat konsumen. Pokok masalahnya ialah adanya pengepul," ujarnya Diskusi bulanan Indef "Mengurai dan Menjinakan Kartel Ekonomi" di Kantor INDEF, Jakarta Selatan, Kamis (26/3).
Untuk mencegahnya, Huda mengharapkan peranan lebih dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam melakukan pengawasan ke pasar petani termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian.
Selain itu, KPPU dikatakannya perlu mempunyai metode ilmiah yang fleksibel dalam melihat perilaku kartel atau pun kolusi di pasar petani. Selain itu, Huda menambahkan pemerintah melaui Bulog seharusnya mampu menjalankan fungsinya sebagai agen pemerintah dalam mengatasi persoalan kartel di pasar pertani ini.