REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Impor Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina mengatakan, proses penetapan jumlah impor gula mentah sebesar 945.403 ton untuk kuartal II/2015 telah melalui proses pembahasan yang panjang. Penetapan jumlah impor tersebut berdasarkan kebutuhan industri makanan dan minuman dalam rangka untuk pemenuhan saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Angka itu sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan industri ketika ada peningkatan konsumsi saat puasa dan lebaran, misalnya saja untuk pembuatan sirup atau biskuit," ujar Thamrin ketika dihubungi Republika, Rabu (25/3).
Terkait dengan adanya kekhawatiran dari petani tebu, menurut Thamrin hal tersebut merupakan isu lama yang kerap dipersoalkan. Thamrin mengatakan, persoalan gula tidak bisa dibahas hanya satu sektor saja melainkan harus dilihat dari hulu sampai hilir. Di hulu, gula mengalami permasalahan karena adanya keterbatasan lahan dan mesin-mesin penggiling yang sudah berusia tua.
Thamrin mengatakan, para petani tebu tidak perlu mengkhawatirkan kebijakan impor raw sugar ini. Pasalnya Kementerian Perdagangan telah mengubah kebijakan penyaluran gula agar tidak rembes ke masyarakat sehingga dapat menganggu harga jual di petani. Sebelumnya penyaluran gula rafinasi dilakukan melalui distributor. Namun mulai 1 Januari 2015 Kementerian Perdagangan telah menetapkan kebijakan bahwa penyaluran gula rafinasi langsung ke industri dan tidak melalui distributor.
"Berdasarkan kajian, gula rafinasi rembes ke masyarakat karena disalurkan melalui distributor, namun dengan kebijakan ini diharapkan gak ada lagi gula yang merembes ke masyarakat," kata Thamrin.
Penetapan impor gula mentah merupakan hasil diskusi lintas kementerian yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian melalui rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menurut Thamrin, saat ini dewan gula sudah tidak ada sehingga penetapan impor merupakan keputusan pemerintah sesuai dengan kebutuhan sektor yang menjadi binaannya.