Ahad 22 Mar 2015 15:53 WIB

Tak Jelas Kapan Naikkan Bunga, AS Panaskan Perang Mata Uang

Rep: Elba Damhuri/ Red: Dwi Murdaningsih
The Fed/Ilustrasi
Foto: ABC News
The Fed/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Keputusan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) the Fed atas suku bunga acuan dinilai makin memanaskan perang mata uang. Meski Kepala the Fed, bank sentral AS Janet Yellen sudah menghapus kata 'sabar' dalam keputusan bank sentral namun itu tetap tidak memberikan kepastian rencana kenaikan suku bunga.

"Pasar begitu menanti penghapusan kata sabar itu tetapi tetap belum ada waktu jelas atas kenaikan suku bunga the Fed," demikian ditulis Reuters dalama analisisnya pada "Investment Focus", Ahad (22/3).

Sebaliknya, Yellen malah menunjukkan sikap yang membingungkan pasar dengan menunjukkan rasa khawatir atas penguatan dolar AS. Menurut wanita yang pernah mengajar di Universitas Harvard itu, kenaikan dolar rata-rata 25 persen selama sembilan bulan terakhir telah menyeret ekonomi AS ke arah yang kurang menggembirakan.

Dia menyebut makin mahalnya produk-produk barang dan jasa AS di luar negeri sementara negara-negara lain menikmati kenaikan kinerja ekspor. Pasar tenaga kerja AS memang naik pada Februari namun AS masih lamban dalam meningkatkan pendapatan masyarakatnya.

Menurut Reuters, sikap Yellen ini menunjukkan posisi sangat jelas atas ikut sertanya AS dalam perang mata uang yang terus berlangsung hingga saat ini. Sebelumnya, sejak awal 2015 ini sebanyak 25 negara telah memangkas suku bunga acuannya untuk mengangkat kinerja perekonomian mereka.

Korea Selatan, Jepang, Uni Eropa, Uzbekistan, China, Swis, hingga Thailand masuk ke dalam daftar negara-negara yang masuk ke dalam perang mata uang. Dari riset Reuters, pada setiap  2,85 hari suku bunga dipangkas di berbagai negara di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement