Kamis 19 Mar 2015 23:09 WIB

DPR Ingin Tembakau dan Rokok Diekspor

Rep: C14/ Red: Ilham
Tembakau
Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Sehubungan dengan itu, anggota DPR dari Komisi VI, Nasim Khan mengatakan, RUU ini tidak mesti diidentikkan dengan rencana regulasi yang pro-rokok. Sebab, lanjut Nasim, Indonesia sebagai negara produsen tembakau terbesar tidak mesti pula menjadi negara pasar rokok terbesar.

“Tembakau ini juga bisa dikembangkan ke bermacam hal. Kan bisa untuk pengembangan ekspor juga. Lalu bagaimana dengan petani, seandainya pengembangan tembakau untuk rokok ditutup? Itu belum masuk yang harus diangkat Prolegnas,” tutur Nasim Khan saat dihubungi Republika, Kamis (19/3) di Jakarta.

Karenanya, Nasim menekankan, masih ada dinamika terkait RUU Pertembakaun. Dinamika ini terjadi antara keinginan negara untuk melindungi kepentingan ekonomi dan kepentingan kesehatan rakyat Indonesia. 

Selain itu, menurut Nasim, Indonesia sebaiknya mulai fokus sebagai pengekspor produk tembakau, bukan pemakainya. Sehingga, pemasaran produk tembakau bisa bermanfaat dari segi profit ekonomi maupun kesehatan rakyat Indonesia. Apalagi, kualitas tembakau Indonesia, menurut Nasim, tidak kalah saing dengan tembakau hasil panenan luar negeri.

“Kalau perlu kita ekspor rokok. Kita punya tembakau dan lahan yang bagus. Juga pekerja yang ekonomis. Tapi kita tata pelan-pelan. Mesti duduk bersama,” ucap dia.

Nasim juga menyinggung soal Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yakni konvensi tentang produk tembakau yang berbahaya bagi kesehatan. FCTC dirancang oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005. Namun, hingga saat ini, Indonesia belum meratifikasinya. 

“Yang pasti, kita sudah harus go ke situ. Karena kita sebentar lagi menghadapi MEA, kita harus siap segalanya. Sumber daya alam yang kita punya jangan sampai membebani. Yang penting kemaslahatan untuk masyarakat,” kata dia.

Terakhir, Nasim mengakui, kebiasaan merokok pada dasarnya berpeluang memiskinkan. Misalnya, lanjut Nasim, tidak sedikit orang berpenghasilan minim yang menganggap, lebih baik tidak makan daripada tidak merokok.

“Pemiskinan yang tidak benar. Hal-hal seperti itu harus dihapuskan. Makanya dengan peraturan sistem lingkungan perokok, area rokok, itu sangat penting untuk meminimalkan (konsumsi) rokok,” pungkasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement