Kamis 19 Mar 2015 17:22 WIB

Meski Terlambat, Kenaikan HPP Beras Cegah Harga Terjun Bebas

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Warga membeli beras di agen beras Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (23/2).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Warga membeli beras di agen beras Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga pokok penjualan (HPP) beras hingga 10,4 persen dinilai akan menyelamatkan harga beras petani agar tak terjun bebas.

"Meski keputusannya terlambat karena sekarang ini harga beras petani sudah jatuh di bawah Rp 3.700," kata Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir kepada Republika Online ketika dihubungi pada Kamis (19/3).

Kejatuhan harga di bawah Rp 3.700 tersebut, kata dia, misalnya terjadi di Indramayu, Subang dan Banten. Namun begitu, ia bersyukur pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan HPP karena inilah penantian petani sejak awal panen raya di awal Maret. "Mungkin karena kesibukan, jadi agak terlupa," lanjut dia.

Agar efektif, Winarno wanti-wanti agar kenaikan HPP ditindaklanjuti dengan persiapan Bulog untuk menyerap beras petani. Sebab dengan keterlambatan pengumuman HPP, waktu Bulog dalam melakukan penerapan menjadi lebih sempit.

Maksudnya, Bulog harus sudah dapat menyerap beras sesuai target sebanyak 2,5 juta ton beras hingga akhir Mei. Sebab ketika Juni tiba, harga beras akan kembali naik di atas HPP. "Target penyerapan Bulog menurun dari sebelumnya 2,75 ton, tapi untuk sekarang, Bulog kalau bisa menyerap 2 juta ton pun sudah sangat bagus," katanya.

Idealnya, lanjut dia, HPP dinaikkan awal Maret dengan kenaikan 15 persen. Tapi pemerintah pastinya punya pertimbangan lain mengapa tidak 15 persen mengingat ancaman inflasi yang mengintai.

Menyoal kritik pengamat bahwa HPP seharusnya tidak dinaikkan karena harga nantinya akan lebih mahal dari pada beras di Asean, Winarno punya jawabannya sendiri. Menurutnya, pemerintah sudah betul dengan menaikkan HPP untuk melindungi petani tatkala panen raya.

Memang benar, bahwa beras nasional akan termahal di antara beras di Asean. Tapi itu wajar karena beras tetangga disubsidi lebih besar. Jika petani Indonesia per hektarnya diberi subsidi Rp 1,5 juta melalui pupuk dan benih, maka negara Asean yang lain diberisubsidi untuk tanam padi sebesar Rp 2,6 juta per hektar. Maka wajarlah bila mahal.

Tapi kenaikan HPP penting untuk menyelamatkan petani. Toh berdasarkan studinya selama 9 bulan di Jepang, ia menyaksikan negara sakura tersebut menjual beras petani seharga Rp 60 ribu per kg. "Harganya jauh lebih mahal, tapi Jepang mampu membuktikan mereka berpihak kepada kesejahteraan petani," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement