REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memuji langkah Pemerintah Indonesia mereformasi kebijakan subsidi bahan bakar minyak karena akan mempermudah alokasi anggaran untuk pembangunan beragam infrastruktur.
"Pemerintah Indonesia patut mendapat pujian atas reformasi subsidi bahan bakar serta realokasi anggaran untuk belanja infrastruktur," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (18/3).
Bank Dunia menilai, reformasi subsidi bahan bakar yang tepat telah membuka jalan bagi APBN 2015 yang direvisi untuk mengalihkan alokasi belanja ke berbagai prioritas pembangunan terutama belanja modal, yang mendapatkan anggaran hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, menurut dia, harga minyak yang lebih rendah serta ketaatan pajak yang lemah dinilai juga mengurangi penghematan dari reformasi subsidi BBM tersebut.
Berdasarkan proyeksi Bank Dunia, penerimaan dari minyak dan gas diperkirakan bakal menurun hingga sekitar 57 persen pada tahun 2015 sehingga juga berpotensi menyulitkan tercapainya kenaikan total penerimaan sebagaimana yang telah terjadi pada tahun 2014.
Selain itu, ekonomi Indonesia dinilai juga terus berada dalam tekanan akibat turunnya harga dan permintaan komoditas global, terutama dari Tiongkok yang berkontribusi terhadap berkurangnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 5 persen pada tahun 2014.
Bank Dunia memperkirakan PDB akan sedikit naik, menjadi rata-rata 5,5 persen pada 2016, karena didorong oleh naiknya pertumbuhan investasi tetap, yang dibantu naiknya belanja infrastruktur (meski masih belum mencapai sasaran). Sementara ekspor diprediksi pulih perlahan, dan investasi menaikkan impor.
Sedangkan defisit neraca berjalan diperkirakan rata-rata masih sekitar 3,0 persen dari PDB, akibat beberapa faktor struktural antara lain ekspor yang melemah.
Untuk itu, Rodrigo Chaves mengemukakan bahwa dibutuhkannya kebijakan tegas yang berkelanjutan dari pemerintah untuk bisa mewujudkan berbagai harapan besar. "Untuk jangka panjang, Indonesia akan memperoleh manfaat bila bisa memperbaiki sektor penerimaan, termasuk dari sektor non-minyak," ujarnya.