Senin 16 Mar 2015 02:17 WIB

'Meski Dialami Semua Negara, Pelemahan Rupiah Jangan Dianggap Lazim'

Rep: c85/ Red: Dwi Murdaningsih
 Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3).  (Antara/Yusuf Nugroho)
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3). (Antara/Yusuf Nugroho)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah masih terus terjadi. Pengamat ekonomi dari Institute for Developement of Economic and Finance (Indef) enny Sri Hartati mengatakan selama ini pemerintah hanya melakukan langkah-langkah normatif untuk menyelamatkan merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS ini. 

Menurut dia, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah taktis untuk memberikan penanganan jangka pendek, Rupiah diperkirakan bisa menembus angka Rp 15 ribu terhadap dolar AS. Menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah tidak bisa dianggap enteng.

"Ya kalau sudah di atas 13 ribu dan trus melemah seharusnya sudah ada langkah cepat dari pemerintah. Artinya, kalau negara lain mengalami hal yang sama, ini bukan berarti ini menjadi sesuatu yang lazim. Jadi seolah olah pemerintah menganggap enteng persoalan pelemahan rupiah ini," ujar Enny, saat dihubungi, Ahad (16/3).

Menurut dia, selama ini pemerintah selalu menganggap fundamental ekonomi kuat karena ridak ada capital flow atau aliran modal keluar. Menurut dia, perekonomian Indonesia masih rentan lantaran saat ini Indonesia sangat tergantung dengan impor. Depresiasi rupiah bisa memengaruhi daya beli masyarakat menjadi lemah. 

"Fundamental kita berarti lemah. Fundamental ini bukan hanya semata indikator masalah ekonomi. Ini sejauh mana kerentanan ekonomi kita terhadap berbagai macam gejolak," kata dia.

Dia mengatakan upaya penyelamatan rupiah harus menyentuh akan perosalan. Menurutnya, untuk mengatasi hal itu, harus ada aliran modal masuk baik dari devisa hasil ekspor maupun penanaman modal langsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement