REPUBLIKA.CO.ID, PEKALONGAN -- Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengakibatkan kondisi industri batik Kota Pekalongan, Jawa tengah, kian terpuruk. Hal ini diungkapkan Ketua Kamar Dagang Indonesia Kota Pekalongan, Riicsa Mangkula.
"Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengakibatkan harga sejumlah bahan baku dan obat batik naik relatif tinggi. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap kelangsungan usaha kerajinan batik," katanya di Pekalongan, Ahad (15/3).
Menurut dia, selama ini bahan baku batik berupa obat dan kain mori masih harus didatangkan dari luar negeri sehingga kenaikan dolar AS berpengaruh negatif terhadap usaha kerajinan batik.
"Oleh karena itu, para pengusaha batik untuk sementara ini memilih mengurangi jumlah produksi bahkan berhenti produksi sambil menunggu harga bahan baku kembali turun," katanya.
Ia mengatakan saat ini jumlah industri batik yang masih bertahan tetap berproduksi hanya sekitar 25 persen karena perajin tidak mampu menghadapi kenaikan harga bahan baku dan kesulitan modal.
"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat memberikan solusi bagaimana cara para pelaku usaha kerajinan batik dapat melangsungkan usahanya lagi tanpa dibayang-bayangi dengan kenaikan harga bahan baku dan obat batik," katanya.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kota Pekalongan, Supriyono mengatakan bahwa hampir 98 persen bahan baku batik, seperti mori dan lilin didatangkan dari luar negeri.
"Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak serta merta menguntungkan para ekportir tetapi juga berpengaruh terhadap pelaku usaha batik yang harus mendatang bahan baku dari luar negeri," katanya.