REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Selama sepuluh tahun terakhir sektor finansial syariah mengalami kemajuan pesat di seluruh dunia. Perkembangan ini terjadi tidak hanya di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim tetapi juga di negara-negara Barat dan non-Islam.
Direktur Pelaksana International Shariah Research Academy for Islamic Finance (ISRA), Malaysia, Muhammad Akram Laldin mengungkapkan fenomena ini bisa dilihat dari makin banyaknya perbankan yang berbasiskan syariah muncul di negara-negara itu.
"Juga, makin menyebarnya layanan perbankan berbasis sistem syariah di bank-bank besar yang selama ini sangat konvensional," kata Ikram, Kamis (12/3).
Bank-bank seperti Citibank, UOB, Barclay, hingga HSBC kini menyediakan layanan keuangan Islam. Negara-negara Barat pun membuka keran finansial syariah sebagai sumber investasi dan pembiayaan alternatif agar perekonomian mereka tumbuh.
Inggris berhasrat besar menjadi pusat keuangan syariah di Eropa. Langkah itu tampaknya tidak akan berjalan mulus mengingat Belanda pun memiliki keinginan yang sama. Swiss pun tidak ketinggalan, ingin menjadikan Zurich sebagai pusat finansial syariah di Eropa dan dunia.
Menurut Ernst & Young, aset perbankan syariah global saat ini mencapai 1,7 triliun dolar AS. Pada 2018 aset ini diperkirakan akan naik hingga mencapai 3,4 triliun dolar AS.
Penerbitan sukuk global pun masih ramai meski tidak mengalami kenaikan signifikan. Pada 2018, diperkirakan sukuk global yang diterbitkan mencapai 300 miliar dolar AS seiring semakin membaiknya perekonomian global dan regional. Pada 2015 ini estimasi penerbitan sukuk global berada di kisaran 100 miliar dolar AS hingga 150 miliar dolar AS.
Pada 2014, negara-negara non-Islam tersebar dari Afrika Selatan (Afsel), Inggris, Hong Kong, hingga Luksemburg telah menerbitkan obligasi Islam (sukuk). Goldman Sachs menerbitkan sukuk senilai 500 juta dolar AS.