REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dinilai sebuah isu besar bagi perbankan. Head of Global Market HSBC Ali Setiawan mengatakan, HSBC pernah melakukan stress test sampai rupiah di level Rp 14 ribu per dolar AS.
Stress test tersebut untuk melihat dampak terhadap perbankan jika rupiah berada di level Rp 14 ribu. Menurutnya, stress test dilakukan karena melihat secara struktural ada ketidak seimbangan antara dolar rupiah.
"Kami ya lihat ada isu besar di bank. Tapi di beberapa bank lain dengan portofolio valasnya besar atau yang banyak debitur importir, mungkin akan main provisi," kata Ali kepada wartawan di kantor pusat OJK Jakarta, Kamis (12/3).
Menurutnya, pelemahan rupiah akan berdampak pada rasio kredit bermasalah (NPL). Terutama di sektor komoditas karena cashflownya saat ini mulai kesulitan. Selain itu, service provider ke komoditas cashflownya sedikit terimbas.
Ali melihat sampai akhir tahun 2015, rupiah tidak akan melemah sampai Rp 17.000 per dolar AS. Jika depresiasi rupiah pergerakannya slowly dinilai tidak terlalu berdampak, tapi jika langsung melemah drastis akan ada imbasmya.
"Kalau rupiah melemah di atas Rp 14.000, aksi sell di obligasi pasti ada, apalagi demand dari luar mulai sepi. Dan akhir ini kebanyakan aksinya jual. Jadi pasti ada risikonya," jelas Ali.
Menurutnya, pelemahan rupiah terhadap dolar dipengaruhi supply dan demand dari dolar. Saat ini, pembelian dolar dinilai lumayan banyak. Sedangkan, eksportir kurang begitu banyak menjual dolar.
Persoalannya, kata Ali, kalau importir harus beli, sedangkan eksportir saat uang masuk belum tentu harus menjual. Sehingga supplynya tidak seimbang.
"Dari capital market juga kalau kita lihat awal tahun Januari-Februari ramai cukup keras incoming flows, mulai dua pekan terakhir lebih banyak aksi jual sehingga tidak banyak bantuan tambahan dari capital market," ungkapnya.