REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ekonom dari Universitas Widaya Mandira (Unwira) Kupang, Thomas Ola Langoday, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah (NTR) terhadap dolar AS hingga sempat mencapai level Rp 13.000 pada awal Maret lebih disebabkan oleh faktor eksternal.
"Pelemahan mata uang rupiah dipengaruhi oleh sejumlah faktor luar negeri seperti kondisi perekonomian terkini di sejumlah negara misalnya di Tiongkok dan AS," katanya di Kupang, Senin (9/3), terkait perdagangan rupiah yang beberapa hari terakhir ini di buka dengan posisi Rp 13.000.
"Ini bukti bahwa gejolak (lemah dan kuat) nilai tukar rupiah hanya bersifat sementara sehingga para pelaku pasar dan investor tidak perlu resah dengan dolar AS naik terhadap mayoritas mata uang dunia termasuk rupiah setelah tingkat pengangguran dan pertambahan tenaga kerja non-pertanian Amerika Serikat diumumkan membaik," katanya.
Menurut dia, membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang positif itu kembali membangkitkan harapan kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate) pada tahun ini sehingga menekan aset mata uang berisiko, salah satunya rupiah.
Namun, lanjut dia, berita positif dari Tiongkok yang mencatatkan surplus neraca perdagangannya, serta adanya negosiasi antara Yunani dan Uni Eropa menjelang jadwal pembayaran bunga utang Yunani, diperkirakan dapat menahan laju penguatan dolar AS lebih tinggi terhadap mata uang berisiko.
Meski demikian, kata Langoday, pemerintah tidak perlu lengah, tetapi harus melakukan sejumlah hal untuk memastikan pelemahan rupiah ini tidak terlalu mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. "Memang Kepala Negara Joko Widodo mengatakan fundamental ekonomi nasional cukup kuat menghadapi gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, antara lain terlihat dari deflasi yang terjadi pada Januari dan Februari 2015," katanya.
Presiden juga yakin dengan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia dan aliran investasi yang masuk hingga Februari 2015, fundamental ekonomi nasional kuat. Sehingga pemerintah katanya tidak perlu langkah antisipatif, karena pelemahan dipengaruhi faktor eksternal.
Mantan Direktur pascasarjana fakultas Ekonomi Unwira Kupang itu juga mengakui ada sedikit faktor penyebab yang telah ikut berkontribusi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah hingga menembus level Rp 13.000 per dolar AS, atau tepatnya di Rp 13.015.
Misalnya ekspektasi penurunan suku bunga acuan atau BI Rate lebih lanjut karena deflasi dalam dua bulan pertama 2015. Ini membuat investasi dalam rupiah kurang menjanjikan imbalan yang menggiurkan. "Ekspektasi akan kembali turunnya BI rate seiring dengan dimulainya tren penurunan suku bunga di beberapa negara memberikan sentimen negatif bagi pergerakan rupiah. Laju rupiah berada di bawah target level resisten 12.960 dolar AS," katanya.