Ahad 08 Mar 2015 19:23 WIB

Duh, Rupiah Diprediksi Akan Terus Melemah

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan terus berlanjut. Pelemahan rupiah nilai bukan dari fundamental ekonomi dalam negeri melainkan faktor eksternal. Puncak permintaan dolar diperkirakan terjadi pada Juni 2015.

Pengamat Ekonomi dari Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, permintaan dolar yang tinggi bukan hanya pasar domestik tapi juga pasar global. Menurutnya, ada tiga faktor eksternal yang menyebabkan permintaan dolar meningkat.

Pertama, pemulihan ekonomi AS yang mengimplikasikan The Fed menaikkan suku bunga pada semester kedua 2015. Kedua, pelaku pasar melihat bank sentral Eropa (ECB) memberikan stimulus quantitive easing (QE) dari Maret-September.

Ketiga, kebijakan bank sentral dunia seperti Cina, Jepang dan India yang memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.  Selain itu, data tingkat penganguran AS turun menjadi 5,5 persen sedangkan non vonterolnya meningkat lagi di AS 295.000.

"Ada potensi rupiah dan mata uang lain akan cenderung kembali melemah dan dolar cenderung menguat kembali. Dolar indeks atau nilai tukar AS terhadap mata uang utama level tertinggi saat ini di level  97,62. Ini mengindikasikan kecenderungan dolar akan terus menguat," jelas Joshua saat dihubungi Republika, Ahad (6/3).

Di sisi lain, dalam pelemahan rupiah bisa menjadi insentif bagi para eksportir. Setiap 1 persen depresiasi rupiah bisa mendorong ekspor 0,1 persen, selain itu juga menekan impor 0,3 persen. Menurutnya, pelemahan rupiah menjadi momentum perbaikan defisit transaksi berjalan (CAD) dari posisi 2014 di level 2,95 persen.

Selain itu, inflasi pada Januari dan Februari menunjukkan penurunan. Kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak dinilai akan mendorong inflasi sesuai target pemerintah di level 4 plus minus 1 persen.

Menurutnya,  Bank Indonesia masih melakukan intervensi untuk menjaga volatilitas supaya rupiah semakin stabil, bukan menjaga level tertentu. Selain itu, menurut data yang dirilis BI, cadangan devisa pada Februari meningkat menjadi 115 miliar dolar AS. Diharapkan data-data positif tersebut bisa meng-ofrage penguatan dolar AS.

"Adanya divergensi The Fed akan memperketat kebijakan moneter, namun bank sentral China, Jepang dan India melonggarkan kebijakan moneter itu memperkuat dolar," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement