REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pangsa pasar perbankan syariah yang turun kurang dari empat persen pada 2014 dari sebelumnya hampir lima persen membuat perbankan syariah butuh terobosan kebijakan, selain juga keberpihakan.
Sekretaris Umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana mengatakan asosiasi sudah bicara dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan mengenai turunnya pangsa pasar ini. Karena itu perlu ada kebijakan strategis dan riil untuk meningkatkan porsi perbankan syariah yang efeknya bisa segera, baik dari APBN, pajak dan lain-lain.
"Kalau menggencarkan dengan woro woro dan dana perbankan syariah dana ritel saja, perbankan syariah tetap kecil," kata dia.
Industri perbankan syariah perlu dana murah sehingga pembiayaan juga murah dan nasabah kelas satu bisa ditarik. Konvensional bisa dapat dana murah karena jadi penyalur berbagai dana pemerintah.
Karena persaingan saat ini adalah DPK murah, jika perbankan syariah, Permana yakin industri perbankan syariah bisa menarik nasabah kelas satu.
Perbankan syariah berkomitmen tidak akan yang berkurang saat pemerintah menyalurkan biaya-biaya menggunakan jasa perbankan syariah.
Ia menilai, perbankan syariah tidak lagi bisa didorong dengan pola bisnis seperti sekarang, harus ada terobosan. Industri tidak bisa sendiri, potensi syariah harus digali bersama dan yang paling utama adalah keberpihakan.
"Terbukti saat industri dibiarkan sendiri, kan rontok. Satu sisi industri keuangan syariah mengerut sementara industri keuangan konvensional melejit. Sehingga pangsa pasarnya turun," tutur dia.
Di negara lain, keuangan syariahnya tumbuh stabil karena di awal-awal industri diberi keberpihakan sampai cukup kuat untuk dilepas. Jadi dibutuhkan terobosan jika pangsa pasar tidak ingin turun lagi.