REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perhubungan mengamankan dua kapal berbendera asing. Keduanya diketahui bernama kapal SB Sea Sparrow I berbendera Belize dengan bobot 27 GT (Gross Tonnage) milik Searching Offshore PTE LTD dan kapal SB DM 55 berbendera Singapura dengan bobot 62 GT milik DM Sea Logistic PTE LTD.
Kedua perusahaan tersebut berkedudukan di Singapura. Kedua kapal tersebut ditangkap oleh petugas patroli Kantor Pelabuhan Batam dengan menggunakan KNP.330 dan KNP.592 di perairan Indonesia pada koordinat 01 13,416 Bujur Timur/103 59 992 Bujur Selatan dengan jarak 2,4 mil dari Tanjung Sengkuang Batam.
Kronologi penangkapan kedua kapal tersebut, pada pukul 06.00 WIB, KNP 330 melakukan patroli di perairan Batam, Indonesia. Pada pukul 09.00 WIB melihat adanya kapal asing yang mengapung-apung berada di perairan Batam Indonesia. Kemudian KNP 330 langsung merapat ke kapal asing tersebut yang diketahui sebagai kapal SB Sea Sparrow I berbendera Belize.
Dari hasil pemeriksaan petugas KNP 330, diketahui kelengkapan dokumen kapal serta kru kapal ternyata berupa foto copy yang sudah habis masa berlakunya. Pada pukul 10.45 WIB KNP 330, KNP 592 dan SB Sea Sparrow I bergerak menuju kapal LPG Hellas Serenity untuk melakukan kegiatan mengambil surveyor yang berada di kapal tersebut dan kapal tiba pada pukul 11.30 WIB.
Sebelum sampai di lokasi kapal LPG Hellas Serenity, KNP 330 melihat keberadaan Kapal SB DM 55 sedang melakukan kegiatan Ship to Ship Transfer (menaikturunkan barang dan orang dari dan ke kapal di tengah laut) ke kapal LPG MT Hellas Serenity dalam keadaan sambil berlayar. Melihat adanya kegiatan tersebut, KNP 330 dan KNP 592 kembali merapat ke SB DM 55 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan menanyakan kegiatan ship to ship transfer tersebut.
Ternyata kegiatan kapal SB DM 55 dalam melakukan kegiatan ship to ship transfer ke kapal LPG Hellas Serenity tidak ada izin, sehingga KNP 330 dan KNP 592 meminta kepada Nakhoda SB DM 55 untuk menghentikan kegiatan tersebut.
Kegiatan ship to ship transfer oleh ketiga kapal tersebut berpotensi mengancam keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di wilayah Republik Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 atau United Nations Convention on The Law of the Sea (Unclos) 1982.