Jumat 06 Mar 2015 00:00 WIB

Libya Minta Persetujuan PBB untuk Beli Senjata

Libya
Foto: english.aljazeera.net
Libya

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Libya pada Rabu mendesak Dewan Keamanan PBB mengizinkan negara tersebut membeli persenjataan untuk membasmi kelompok garis keras IS (Daulah Islam/ISIS) dan melindungi ladang minyak.

Pemerintah Libya, yang diakui masyarakat internasional, meminta Dewan Keamanan mencabut embargo senjata dan memperkuat angkatan udara.

"Pemimpin pasukan bersenjata Libya menyerahkan permintaan khusus untuk pencabutan embargo kepada komite sanksi," kata Duta Besar Libya untuk PBB, Ibrahim Dabbashi, kepada 15 perwakilan anggota Dewan Keamanan.

"Permintaan itu berkaitan erat dengan penguatan kemampuan angkatan udara Libya, sehingga negara ini mampu mengawasi wilayah dan perbatasannya. Selain itu, persenjataan tersebut untuk mencegah kelompok teroris menguasai ladang dan sarana pengeboran minyak, yang penting bagi kesejahteraan negara," kata dia.

Libya secara khusus meminta pembelian 14 pesawat tempur MiG, tujuh helikopter, 150 tank, 150 pesawat pembawa pasukan, 10.000 granat, dan sejumlah amunisi dari kontraktor asal Ukraina, Republik Ceko, dan juga Serbia.

Permintaan itu muncul kurang dari dua pekan setelah sebelumnya Libya meminta Dewan Keamanan mencabut embargo senjata yang diberlakukan sejak 2011 saat negara tersebut dilanda kekacauan akibat tergulingnya mantan pemimpin Muammar Gaddafi.

Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat secara terbuka menolak pencabutan embargo karena dinilai dapat memperkeruh situasi. Namun sejumlah diplomat lain menekankan bahwa pembelian senjata dapat diizinkan jika pemerintah Libya merinci senjata apa yang ingin dimiliki.

Sementara itu, komite sanksi Dewan Keamanan telah memberitahu negara anggota bahwa permintaan Libya akan dikabulkan pada Senin depan jika tidak ada keberatan.

Libya pernah mengajukan permintaan serupa namun ditolak karena jumlah persenjataan yang akan dibeli terlalu banyak.

"Dalam beberapa hari ke depan kita akan menyaksikan kepedulian negara-negara anggota Dewan Keamanan untuk persoalan keamanan dan stabilitas Libya serta kawasan Timur Tengah serta Afrika Utara," kata dia.

Libya saat ini dikuasai oleh dua pemerintahan yang berseteru satu sama lain. Salah satunya diakui oleh masyarakat internasional sementara yang lainnya mempunyai hubungan erat dengan kelompok garis keras.

Kedua pemerintahan itu saling bersaing menguasai sejumlah kota kunci dan juga ladang minyak sebagai sumber penerimaan negara.

Tidak pastinya keamanan dan jaminan hukum di Libya kemudian membuat sejumlah kelompok garis keras seperti Daulah Islam mampu berkembang besar.

Untuk meredakan ketegangan yang berpotensi menjadi perang saudara itu, PBB berupaya untuk mempertemukan dua pemerintahan dalam perundingan damai. Kedua pihak direncanakan untuk bertemu satu meja pada Kamis di Maroko disusul sesi lain di Aljazair dan Brussel pada pekan depan.

Utusan PBB Bernardino Leon mengatakan bahwa penyelesaian konflik di Libya masih mungkin dilakukan namun situasi di lapangan terus memburuk dengan cepat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement