REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat masih terganjal masalah pasokan gas. Padahal, sudah ada investor asal Jerman yakni PT. Ferrostaal Indonesia yang sudah siap membangun industri petrokimia di kawasan tersebut.
"Soal negosiasi gas ini masih kita bicarakan dengan pihal pensuplai, yakni Pertamina Gas," kata Saleh di Jakarta, Kamis (5/3).
Saleh mengatakan, pihaknya juga sudah menyampaikan masalah pasokan dan harga gas ini ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga telah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, agar rencana pembangunan ini bisa dipercepat sehingga suplai petrokimia di Tanah Air bisa segera tercukupi.
"Nilai investasinya besar, kalau tidak salah mencapai billion dolar AS," ujar Saleh.
Sementara itu, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto berharap agar pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni bisa cepat terealisasi. Pasalnya nilai tambah produk olahan gas bumi lebih besar dibandingkan penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar.
Menurutnya, apabila dipakai untuk LNG maka tidak akan sustainable dan hanya bisa digunakan selama 12 tahun. Sedangkan, apabila gas alam diolah maka akan ada nilai tambah dan bisa sustainable selama lebih dari 40 tahun.