REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Joubert Maramis mengatakan pelemahan rupiah hingga menyentuh Rp 13 ribu per dolar AS bisa memicu inflasi di Indonesia.
"Dampak langsung pelemahan rupiah adalah seluruh sektor ekonomi yang menggunakan bahan baku impor dan ini bisa memicu inflasi baik nasional maupun daerah," kata Joubert, di Manado, Rabu (4/3).
Dia mengatakan logikanya jika kurs tidak diturunkan pada level Rp 12 ribu terhadap satu dolar AS, maka dalam jangka panjang akan memicu inflasi di Indonesia karena memang Indonesia masuk dalam middle income trap.
Sudah pasti barang impor, katanya, akan melambung harganya jika pelemahan rupiah dibiarkan minimal dua bulan saja.
"Kalau hanya temporer maka pengusaha akan menunda pemesanan bahan baku impor, namun lepas dari dua bulan mereka pasti akan tetap memaksakan membeli karena stok menipis di gudang, pada kondisi ini harga barang impor akan naik," jelasnya.
Dan ini, kata dia, akan mempengaruhi inflasi karena kelompok orang berpendapatan menengah kita menyukai barang impor dan barang berteknologi tinggi.
Dalam jangka panjang, katanya, harga barang dengan bahan baku lokal juga secara psikologis akan naik. Nah pada kondisi ini pasar uang akan mempengaruhi pasar barang dan pasar modal, seperti pada kasus krisis ekonomi di tahun 1997," jelasnya.
"Solusinya adalah Bank Indonesia harus secepatnya lakukan operasi pasar valas khususnya mengantisipasi kelebihan permintaan dolar di Indonesia," kata Joubert.
Kemudian untuk menambah cadangan devisa kita, maka perlu direformasi struktur industri ke arah ekspor dan mengurangi defisit APBN kita sehingga utang berkurang.