REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2015 akan tetap ketat di mana stabilisasi ekonomi masih menjadi prioritas.
"Stance (sikap) kebijakan moneter BI tetap cenderung ketat ya, 'tight bias' (bias ketat)," ujar Ryan di Jakarta, Selasa (3/3).
Ryan mengatakan, salah satu indikator masih akan diterapkannya moneter ketat yakni tingkat suku bunga acuan (BI rate) di atas 7 persen. Bank Indonesia sendiri baru saja menurunkan BI rate pada pertengahan Februari 2015 lalu dari sebelumnya 7,75 persen menjadi 7,5 persen. Level BI Rate 7,5 persen sempat dipertahankan oleh BI selama 13 bulan berturut-turut sejak November 2013 sampai dinaikkan 25 basis poin (bps) lalu kemudian menurunkannya kembali bulan lalu.
"Kenapa BI harus tetap menjaga BI rate tetap ketat tahun ini? Ada tiga penyakit Indonesia dalam tiga tahun terakhir yang belum sembuh sampai sekarang," kata Ryan.
Selain inflasi, lanjut Ryan, BI melihat defisit neraca transaksi berjalan dan tingginya utang luar negeri (ULN) khususnya ULN swasta, masih menjadi problema yang dapat memberikan tekanan kepada sistem keuangan di Tanah Air.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sempat membantah adanya tekanan politik terhadap BI terkait penurunan BI rate. Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat berkomentar soal masih tingginya suku bunga di Indonesia.
Bank Indonesia mengklaim kebijakan penurunan BI rate masih sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang lebih sehat.