REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhmad Akbar Susamto, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai deflasi sepanjang Februari sebesar 0,36 persen yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak terlalu bombastis.
Akbar memandang deflasi sebesar 0,36 persen itu masih berada dalam angka yang wajar. Mengutip BPS, ia mengatakan dari 82 kota indeks harga konsumen (IHK), BPS mencatat deflasi terjadi di 70 kota IHK. Sedangkan 12 kota IHK lainnya mengalami inflasi.
Meski demikian, ia berharap deflasi ini hanya berlangsung sementara dan tidak berkelanjutan.
"Kalau deflasi terus berlanjut dan semakin dalam, perekonomian bisa berhenti," ujarnya, pada Selasa (3/3).
Ia mencontohkan jika harga-harga akan turun, maka konsumen akan menunda pembeliannya dan bisa berbahaya.
"Inflasi sebesar nol sampai dua persen sudah bagus," lanjutnya.
Ia memandang terjadinya deflasi menimbulkan sebuah memontum yang bagus bagi pemerintah yang mungkin dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga menciptakan lapangan kerja.
Salah satu caranya, sambung Akbar, pemerintah atau Bank Indonesia dapat mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat suku bunga atau BI Rate mumpung deflasi sedang rendah. Menurutnya, dengan turunnya BI Rate dapat mendorong masuknya investasi.