REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat perlu diprioritaskan untuk menghadapi persaingan usaha menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN.
"Revisi ini penting demi melindungi usaha domestik dari persaingan usaha yang tidak sehat ketika memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," kata ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Mudrajad Kuncoro di Yogyakarta, Ahad (1/3).
Melalui revisi Undang-Undang (UU) Persaingan Usaha tersebut, dia mengatakan, diharapkan akan memperkuat serta memperluas jangkauan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalam mengawasai transaksi bisnis.
"Agar KPPU dapat secara tegas menindak pelaku bisnis usaha asing, selain pelaku bisnis lokal," kata dia.
Dia menilai, peran KPPU sejauh ini masih belum efektif dan tegas menindak persaingan usaha yang tidak sehat.
"Peran KPPU harus bisa sedahsyat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi persaingan usaha," kata dia.
Upaya penguatan itu, kata dia, perlu dilakukan mengingat persaingan antarpelaku bisnis, baik dari luar maupun dalam negeri akan semakin ketat pada saat MEA benar-benar diberlakukan pada akhir 2015.
Kendati Indonesia menjadi bagian dari pelaksanaan MEA, menurut dia, seyogianya persaingan produk usaha kecil dan besar tetap harus dijaga agar dapat bersaing secara sehat.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY Wawan Harmawan mengatakan pelaku bisnis lokal bukan hanya memiliki tantangan, namun juga sekaligus mendapatkan peluang besar saat memasuki MEA 2015.
"Kreativitas serta mekanisme pemasaran harus kita ubah. Kalau tidak mau terpuruk, ya kita harus melakukan inovasi baru atas produk, kualitas dan desain," kata dia.
Seperti diketahui, revisi UU Persaingan Usaha sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR pada awal tahun 2014 yang berada di urutan ke 20 dari total 37 UU.