REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian ESDM akan menaikkan harga premium sebesar Rp 200. Langkah ini diklaim pemerintah sebagai langkah menstabilkan ekonomi. Namun, pengamat menilai langkah menaikkan premium tidak tepat untuk menstabilkan ekonomi.
Pengamat Ekonomi, Universitas Indonesia, Rizal E Halim mengatakan dengan menaikkan harga premium Rp 200 memiliki pengaruh yang kecil. Lagipula, menurut Rizal jika pemerintah hendak menstabilkan ekonomi maka harusnya pada sektor keuanganlah yang harus dibenahi. Selain itu, pada sektor riil harusnya pemerintah bisa menata dengan baik.
"Pada sektor rill saja inflasi naik hingga empat persen, karena harga barang tetap naik meski premium sempat turun," ujar Rizal ketika dihubungi Republika, Sabtu (28/2)
Menurut Rizal, pemerintah harusnya lebih memperhatikan sektor rill ketimbang menaikkan harga Premium. Rizal menilai, sampai saat ini pemerintah masih belum bisa mengendalikan harga pasar, terutama pada tingkat konsumen akhir. Padahal pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan harga publik agar masyarakat tidak kian tercekik.
Pada sektor keuangan, menurut Rizal, saat ini Indonesia sedang dibanjiri bantuan asing. Meski IHSG melonjak, tapi kondisi Rupiah tertekan. Rizal menilai, dalam sektor keuangan bukan menjadi fundamental kita baik, tetapi karena kita negara berkembang yang masih menjanjikan split ditengah suku bunga Amerika yang murah.
Jadi, menurut Rizal, menstabilkan ekonomi dengan menaikkan harga Premium sebesar Rp 200 bukanlah hal yang tepat. "Perbaiki sistem keuangan, dan sektor rill itu lebih berpengaruh dalam stabilitas ekonomi Indonesia," tambah Rizal.