REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia berbalik naik pada hari terakhir pekan perdagangan fluktuatif, Jumat (27/2), Hal ini karena para pedagang mempertimbangkan pasokan global yang berlimpah dan pertumbuhan lambat dalam perekonomian dunia.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April, naik 1,59 dolar AS ditutup pada 49,76 dolar AS perbarel di New York Mercantile Exchange, sehari setelah WTI jatuh hampir tiga dolar AS.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan global, melonjak menjadi menetap di 62,58 dolar AS perbarel, naik tajam 2,53 dolar AS dari tingkat penutupan Kamis.
WTI, setelah jatuh pada awal 2015 ke tingkat terendah dalam enam tahun, berayun pada Februari, tetapi akhirnya berakhir bulan lalu dengan sekitar 1,5 dolar AS lebih tinggi. Sebaliknya, Brent telah naik sekitar 12 dolar AS. Minyak mentah kehilangan sekitar 50 persen nilainya sejak Juni tahun lalu.
"Kami sudah semacam mencapai bagian terbawah dan harga naik turun," kata Michael Lynch dari Strategic Energy & Economic Research, mengacu pada pasar minyak New York.
Dalam sesi perdagangan Jumat, Lynch mengatakan, dampak terbesar adalah dari penurunan data operasional kilang AS, yang menunjukkan kita akan melihat produksi shale (serpih) lebih rendah daripada yang diantisipasi. Pasar mungkin akan datang kembali ke dalam keseimbangan.
Lynch mencatat jumlah kilang pengeboran minyak mentah AS yang beroperasi menurut data perusahaan jasa minyak Baker Hughes AS, turun 33 rig pada pekan ini, menandai penurunan lebih lambat dari yang terlihat baru-baru ini, yang telah mencapai sekitar 90 rig per pekan.
Departemen Energi AS (DoE) melaporkan persediaan minyak AS pekan ini melonjak lebih dari delapan juta barel minyak mentah mencapai rekor 434,1 juta barel.