Selasa 24 Feb 2015 21:34 WIB
'Mid Income Trap'

Kemenperin Dorong Industri Manufaktur

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Djibril Muhammad
Kementerian Perindustrian
Foto: blogspot.com
Kementerian Perindustrian

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Indonesia dinilai bisa keluar dari kelompok negara berpenghasilan menengah (middle income) jika kontribusi industri manufaktur terhadap PDB melampaui 30 persen. Karena itu, Kementerian Perindustrian terus memperbesar ekspor produk manufaktur.

Direktur Jeneral Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengungkapkan meski masih negatif, pertumbuhan industri manufaktur 2014 lalu 5,34 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan PDB. Dari data Kemenperin, kontribusi industri nonmigas terhadap PDB mencapai 20,8 persen.

Pada 2015, kontribusi industri nonmigas ditargetkan meningkat menjadi 21,2 persen. Target kontribusi industri nonmigas lebih dari 30 persen ditargetkan bisa tercapai pada 2035 saat pertumbuhan sektor industri ini diprediksi mencapai 10,5 persen.

Kemenperin terus memperbesar ekspor produk manufaktur terhadap ekspor komoditas menjadi 65 persen berbanding 35 persen. Karena itu, 10 industri hulu dan andalan yang diprioritaskan, terutama yang bisa diolah agar memiliki nilai tambah untuk ekspor.

Inovasi terus didorong agar peningkatan daya saing industri manufaktur juga terjadi. Harjanto menyebut hanya 31,26 persen produk manufaktur yang berdaya saing tinggi di pasar ASEAN.

"Karena itu, harga kebutuhan industri juga perlu dibuat masuk akal jika pasar nasional tidak ingin banjir produk ASEAN," kata Harjanto dalam Diskusi Kebijakan dan Langkah Strategis Dalam Pengembangan Industri Unggulan Nasional di Kampus UI, Depok, Selasa (24/2).

Kebutuhan manufaktur intinya hanya dua, bahan baku dan energi. Karena Indonesia sudah berkomitemen menurunkan emisi 26 persen dan ada tren global jejak karbon, energi dari thorium bisa dimanfaatkan dengan harga murah dan rendah emisi.

Mengenai batu bara sebagai bahan bakar dengan harga murah, Harjanto justru melihat batu bara harusnya bisa jadi bahan baku industri petrokimia dibanding jadi bahan bakar.

Sumber daya thorium di Bangka-Belitung diestimasikan sebesar 170.000 ton. Ini cukup untuk pengoperasian 170 unit pembangkit listrik berbasis thorium berdaya 1.000 MWe selama 1.000 tahun. "Lagi pula reaktornya tidak besar, jadi cocok untuk kawasan industri," kata dia.

Selain dukungan infrastruktur dan insentif, Harjanto mengatakan sudah saatnya industri manufaktur engurangi ketergantungan bahan baku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement