REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel bersikukuh tak akan membuka keran impor untuk komoditas beras. Melihat pasokan yang cukup serta panen raya yang di depan mata, ia optimistis pasokan beras nasional akan cukup dengan membenahi sistem distribusinya.
Sikap Mendag tersebut berlawanan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil yang justru menyarankan Mendag dan Perum Bulog agar mengimpor beras dalam rangka menekan harga beras.
"Pasokan beras kita sangat cukup, dalam waktu dekat ini kita tidak akan mengimpor beras," kata Mendag di sela-sela kegiatan pemantauan operasi pasar di kawasan Rumah Susun Tanjung Wangi Penjaringan Jakarta Utara pada Ahad pagi (22/2). Dengan bantuan operasi pasar, ia pun optimis impor beras tidak akan terjadi. Atas kebijakannya, ia pun meminta agar media tidak membenturkannya dengan Menko perekonomian.
Mendukung pernyataan Mendag, Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat memastikan ketersediaan beras di gudang Bulog sangat memadai sehingga tak perlu impor. Namun, ia tidak menyebut angka pasti pasokan beras yang tersedia. "Pokoknya ada dan cukup, mau berapa? 2 juta ton, 1,6 juta ton, kita ada, kita siapkan 5 ton setiap hari untuk operasi pasar di Jadetabek sejak 16 Februari lalu," katanya.
Terpisah, Kepala Divisi Penyaluran Bulog Lely Pelitasari Soebekty menyebut pasokan beras untuk masyarakat miskin (raskin) dan penyalurannya hingga enam hingga tujuh bulan ke depan dipastikan aman. Sebab, saat ini Bulog memiliki persediaan beras sebesar 1,7 juta ton. "Itu lebih dari cukup untuk menyediakan beras untuk masyarakat miskin yang rata-rata kebutuhannya 232 ribu ton sebulan," katanya.
Sementara, lanjut dia, kebutuhan konsumsi beras per bulan se-Indonesia itu 2,6 juta ton. Artinya, raskin menyumbang hampir 10 persen dari kebutuhan beras per bulan di Indonesia. Jumlah tersebut membuat posisi beras simpanan Bulog menjadi signifikan dalam memengaruhi inflasi serta menjaga stabilitas harga beras di pasar.