REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menjalankan tugas pemantauan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, observer menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya yakni ketidakpatuhan pelaku usaha dalam menempatkan observer di kapal yang dimiliki untuk dioperasikan. Sehingga, peranan observer tidak termanfaatkan secara maksimal.
“Karenanya pemerintah membuat kebijakan baru pada Permen no 57/PERMEN-KP/2014 tentang pelarangan pendaratan ikan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan yang melalui alih muatan di laut,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf pada Rabu (18/2).
Kebijakan tersebut, lanjut dia, dilakukan untuk menyelamatkan aset Negara yang dengan bebas diperjualbelikan tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Sebab kebanyakan kapal perikanan langsung menjual ikan mereka ke luar tanpa tercatat dan tanpa didaratkan terlebih dahulu ke tempat pendaratan ikan (TPI) yang pada akhirnya merugikan Negara. Maka, keberadaan tenaga observer yang terjamin menjadi penting mengawal proses kegiatan di kapal.
Disebutkannya, saat ini peta ketersediaan observer di Indonesia telah tersebat di beberapa lokasi di antaranya Sumatera sebanyak 56 orang, Jawa sebanyak 157 orang, Kalimantan 2 orang, Sulawesi 65 orang, Ambon 93 orang, Bali dan Nusa tenggara sebanyak 18, serta Papua sebanyak 12 orang. Namun, para observer belum terserap dengan baik karena banyak pelaku usaha yang tidak memanfaatkannya. “Dalam kurun 2012-2014, baru 82 tenaga observer yang terserap,” tuturnya.
Salah seorang observer di Kawasan Bitung, Mistun Rois mengakui kendala tersebut. Ia bercerita, enam bulan lalu pernah ditinggal berlayar oleh satu perusahaan, padahal sebelumnya ia disetujui menjadi observer di kapal tersebut. Ketika itu, seharusnya ia mengobservasi enam kapal milik perusahaan tersebut.
“Kalau kejadiannya begitu, kita langsung laporkan kepada pemerintah,” katanya. ia mengakui, menjadi observer menuai beragam tantangan dari mulai menuai kecurigaan hingga diasingkan. Makanya, seorang observer harus pandai membawa diri. “Kehidupan di kapal tidak sama dengan di darat, di kapal kita tidak boleh bicara sembarangan,” lanjutnya.
Pergaulan yang harmonis antar sesama kru wajib dilakukan, namun tetap harus menjaga sumpah data. Sebab melakukan pemantauan di kapal tidak sebentar, waktunya ebrkisar antara 1,5-3 bulan. Meski begitu, ia tetap berkomitmen menjaga data yang dilaporkan agar seesuai realita, ketika dilaporkan pada pemerintah nantinya.